Menurut International Scientific Symposium on Measurement and Assessment of Food Deprivation and Under-Nutrition, FAO-Rome tanggal 26-28 Juni 2002; pengukuran food insecurity diarahkan untuk dapat digunakan dalam memonitor kemajuan pencapaian WFS Goal 2002 yaitu menurunkan jumlah kelaparan menjadi 400 juta jiwa (menjadi separo) dalam kurun waktu sampai 2015.
Ada lima metodologi yang dibahas dalam pertemuan tersebut yakni:
(1). FAO Method on Dietary Energy Supply (DES) dari analisa Food Balance Sheet didukung dengan analisa koofisien variasi (Cooficient Variation = CV) data konsumsi energi hasil survei konsumsi RT yang dikorelasikan dengan income atau pengeluaran RT. Rasio DES/CV FAO ini dianggap cukup memadai untuk memperkirakan kelaparan global dan dalam kurun waktu lama. Seperti
halnya metodologi lain yang menggunakan perkiraan konsumsi energi,
DES/CV mempunyai kelemahan dalam akurasi perkiraan rata-rata intake
energi dan sulit dikaitkan dengan kebutuhan. Jangka waktu estimasi jangka
panjang (lebih dari 1 tahun), sehingga tidak dapat menggambarkan keadaan
transient.
(2). Household Income and Expenditure Survey (HIES). Pengukuran konsumsi
dengan estimasi pengeluaran RT untuk makanan. Dianggap lebih akurat
daripada DES/CV. Kelemahannya, jangka pendek kurang dari satu tahun dan
tetap sulit untuk dikaitkan dengan kebutuhan gizi.
(3). Food Consumption Survey yang mengukur konsumsi makanan anggota
rumah tangga. Apabila dilakukan oleh tenaga professional, hasil perkiraan
konsumsi dianggap cukup akurat. Meskipun demikian upaya mengaitkan
dengan kebutuhan masih diperdebatkan. Survei ini mahal, karena itu hanya
sesuai untuk riset skala kecil.
(4). Qualitative Measures of Food Insecurity and Hunger. Suatu metodologi relatif baru dipraktekkan di USA tahun 1995, terutama untuk evaluasi program social safety net (JPS). Mengukur Food Insecurity di luar perhitungan
energi/kalori. Lebih menyerupai survei KAP (Knowledge, Attitiude and
Practice) mengenai lapar dan kelaparan menggunakan kuesioner food
security module yang berisi pertanyaan tentang: a) kekhawatiran tentang
persediaan pangan di rumah dengan uang yang tersisa, b) persepsi cukup
tidaknya makanan baik jumlah maupun mutu, c) berkurangnya makanan
orang dewasa dan d) berkurangnya makanan anak. Dengan menggunakan
cara scaling tertentu, jawaban pertanyaan diberi nilai dari nol sampai 10,
berdasar jawaban yang benar. Metode ini dianggap cukup memadai
mengukur kelaparan dari sikap dan perilaku.
(5). Antropometri. Mengukur status gizi anak yang erat korelasinya dengan food insecurity RT, factor kesehatan dan pola pengasuhan anak di rumah. Namun data antropometri tidak mengukur ketahanan pangan dan juga bukan
proksinya. Perubahan indicator antropometri anak factor penyebabnya tidak
spesifik dan asimetri. Bila pertumbuhan anak normal, maka status ketahanan
pangan RT juga normal, tetapi tidak sebaliknya. Pertumbuhan anak yang
tidak normal dapat disebabkan oleh banyak factor, bukan hanya karena
ketahanan pangan.
******