Total Tayangan Halaman

Kamis, 24 November 2011

Berbagai istilah terkait lembaga dan organisasi

Pembaca awam akan kesulitan jika membaca literatur berbahasa Inggris. Perkembangan yang berlangsung berkenaan dengan institution dan organization jauh lebih cepat dibandingkan dengan wacana di Indonesia. Berikut berbagai istilah umum berkenaan dengan “organisasi” yang saya coba jelaskan dengan bahasa sendiri.

organization = secara sederhana bisa didefinisikan sebagai “….assembly of people working together to achieve common objective through a division of labour.”  Untuk mengefektifkan hidupnya, manusia  dengan sadar  dan keinginan sendiri membentuk organisasi, lalu berkomitmen  bersama-sama mencapai tujuan dengan mengikuti aturan yg disepakati. Meskipun dalam masyarakat ada reward dan sanksi, disini reward dan sanksi lebih tegas. Mereka bisa membuat reward dan sanksi tersendiri. Sesungguhnya tanpa berorganisasipun, dalam masyarakat sudah ada pedoman dalam berperilaku, karena sudah ada nilai, norma, aturan dan saknsi. Inilah yang disebut dengan “institution” (lembaga).  Jadi, dengan lembaga saja, petani sudah dapat menjalankan usahanya. Namun, jika membuat organisasi, diharapkan akan lebih efektif dan sistematis.
farmer organizations = istilah untuk menyebut organisasi yang anggotanya adalah petani, dibentuk dan dikembangkan oleh petani sendiri. Istilah ini dipakai untuk membedakan dengan organisasi milik warga lain di pedesaan, misalnya organisasi yang angotanya kalangan perempuan (woman organization).
individual organization = organisasi yang anggotanya berupa orang-orang secara individually. Contohnya adalah kelompok tani, KWT, dan koperasi primer.
inter-group associations = organisasi yang levelnya di atas individual organization. Ia mengkoordinasikan, melayani, dan mewakili seluruh kebutuhan individual organization ke luar. Contohnya adalah Gabungan Kelompok Tani, Induk Koperasi, dan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dalam program PNPM Mandiri. Anggotanya bukan orang-orang secara individual, namun organisasi.
small farmer groups (SFGs) = organisasi yang anggotanya petani yang lemah secara ekonomi, karena rendahnya penguasaan sumberdaya, terutama sempitnya penguasaan lahan. Organisasi ini memiliki karakter yang khas, dan akan sangat berbeda dengan organisasi yang anggotanya lebih bervariasi dari sisi level ekonomi. “Spontaneity is an important characteristic of such groups”. Ini adalah organisasi milik petani yang bersifat informal, dan merupakan kelompok yang niat pokoknya untuk saling membantu secara sosial (voluntary self-help group). Anggotanya biasanya 5 sampai 15 petani kecil yang biasanya tinggal berdekatan.
Small Farmer Group Association (SFGA): sama dengan intergroup association, menunjuk pada organisasi milik petani pada level lokal, berbentuk informal, serta bersifat voluntary dan mandiri (self-governing). Ia diciptakan dan didanai dengan kemampuan anggotanya sendiri. Anggota mau masuk untuk tujuan melayani diri mereka sendiri dan berharap dapat meningkatkan kondisi kehidupan mereka. Ia dapat disebut sebagai organisasi level kedua ("secondary level") dari small farmer groups. Ada empat peran pokoknya, yaitu koordinasi dan pelatihan, pembelian input dan sarana usaha, penjualan hasil-hasil produk, dan simpanan serta pelayanan kredit. Jumlah organisasi optimal untuk diwadahi berjumlah 5 sampai 10 unit.
group promoters = kelompok pendukung. Adalah sejumlah orang atau pihak yang dengan posisi dan perannya membantu, secara langsung maupun tak langsung, kinerja organisasi petani. Mereka dapat berupa para pemimpin desa (pemerintah, agama, dan adat) dan berbagai agen perubahan (change agents) dari luar, misal petugas penyuluh, instansi Pemda, dan LSM. Mereka memliki kontak langsung dengan organisasi petani dan perduli untuk mengembangkan organisasi milik petani. Selama ini kita sering menyebutnya dengan stakeholders.
inter-group services = sama dengan group promoters, dimana mereka berusaha melayani seluruh kebutuhan individual organization dan intergroup association.
inter-organizational linkages = kesalinghubungan antar organisasi, misalnya apa relasi dan kerjasama yang terbangun antar dua Gapoktan di satu wilayah. Dalam konteks ini bisa dilihat apakah ada konflik di antara mereka, bagaimana efektivitas dan output dari relasi tersebut, dan seterusnya.
commodity organizations = organisasi petani yang basisnya adalah kesamaan komoditas yang diusahakan. Di Indonesia kita mengenal kelompok peternak dan kelompok petani ikan. Anggotanya ekslusif hanya para petani peternak domba saja misalnya, tidak dicampur dengan petani lain.
community-based and resource-orientated organization = dapat berbentuk koperasi di level desa atau asosiasi berkenaan dengan pemenuhan input oleh petani, dan kelompok pemilik sumber daya (resource owners) untuk meningkatkan produktivitas dan dan bisnis mereka berdasarkan lahan, air, atau hewan. Organisasi ini biasanya kecil, dibatasi secara geografis, dan umumnya berkaitan dengan masalah input. Namun kliennya (client group) sangat beragam dalam konteks tanaman dan komoditas. Pendapatannya diperoleh dari penjualan input (ke anggota) dan output.
commodity-based and market-orientated organization = organisasi petani yang basisnya karena melakoni pekerjaan yang sama, misalnya sama-sama mengusahakan tanaman sayuran, dan organisasi mereka berorientasi pasar. Organisasi dibentuk lebih untuk membantu anggota dalam memasarkan hasil pertaniannya.
organizational memory = memori organisasi, kadang-kadang digunakan untuk merefer pada apa yang eksis saat ini dalam social conventions, individuals, memories, dan lain-lain. Dapat juga dimaknai sebagai kapasitas baru organisasi. Pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki menjadi pelajaran penting untuk menjalankan organisasi saat ini dan ke depan. Organizational Memory System (OMS) sering dipertentangkan dengan Knowledge Management System (KMS).
credit union = sebuah lembaga kerjasama yang menyediakan pinjaman untuk anggotanya dengan suku bunga yang lebih rendah. Tujuannya adalah menyediakan kredit dengan suku bunga yang menyenangkan untuk anggota dibandingkan penyedia kredit lain. Seringkali, credit unions merupakan sebuah koperasi yang menggunakan dana dari anggota sendiri (funds deposited) yang dipinjamkan kepada yang membutuhkan. Contohnya adalah Koperasi Simpan Pinjam (KOSIPA). Arisan bukan merupakan CU karena tidak mengenal bunga, dan hanya giliran memperoleh uang tunai yang disetor oleh masing-masing anggota. Tidak ada nilai tambah berupa uang yang tercipta. Anggota CU terbatas hanya pada individu-individu yang berada pada area geografis tertentu atau karena kriteria tenaga kerja tertentu.
self-help organization = secara definisi adalah organisasi yang berupaya mandiri tanpa bantuan pihak luar. “……. the act of helping or improving yourself without relying on anyone else”. Istilah self-help” merefer kepada individu atau kelompok apapun, misalnya berupa support group, yang berupaya mencapai kondisi yang lebih baik bagi hidup mereka dari sisi ekonomi, intelektual, dan juga emosional.
self-organization adalah sebuah organisasi dengan upaya, strategi, atau tekad untuk mandiri. Esensial dari sebuah Self-Organisation adalah bahwa struktur sistemnya tidak berada di bawah tekanan atau kendali dari luar. Dengan demikian, jika ditemui kendala dan permasalahan, mereka akan mencarikan solusinya dari internal sistem belaka. Mereka bersikap bahwa apapun yang terjadi adalah akibat dari interaksi antar komponen di dalam organisasi itu sendiri, bukan dari luar. Mereka berupaya menyelesaikan sendiri masalahnya. Bukan berarti mereka menolak sama sekali bantuan luar, namun itu bukan pilihan pokoknya (critical point). Ini bisa dimaknai sebagai prinsip. Maka, sebuah organisasi yang memegang prinsip self organization, berupaya mengembangkan dirinya dengan memfokuskan ke dalam. Makin lama semakin menguat kemampuan organisasinya, karena kuatnya struktur dan keberfungsian tiap komponen di dalam dirinya.
mutual organization = adalah sebuah organisasi kerjasama (cooperative organization) yang umumnya berupa perusahaan atau usaha bisnis yang didasarkan kepada prinip-prinsip mutualitas atau kesalinguntungan. Contohnya dalah clubs. Organisasi ini ada karena tujuan tertentu misalnya untuk mengumpulkan dana, dari keanggotaan atau pelanggan suatu produk, yang dapat digunakan untuk menyediakan pelayanan yang bersifat umum untuk seluruh anggotanya. Organisasi ini dimiliki oleh anggota dan dijalankan untuk kepentingan anggota, sehingga tidak ada pihak luar yang terlibat. Di level petani, Credit Unions bekerja dengan prinsip mutualitas ini.
organizational performance = kinerja organisasi. Setiap organisasi akan berusaha untuk mencapai tujuannya yang disesuaikan dengan sumber daya yang dimilikinya. Kinerja organisasi yang baik (“good performance”) adalah apabila semua bagian organisasi bekerja secara benar, efektif, dan efisien, untuk mencapai tujuan tersebut. Kinerja organisasi dapat dipelajari dengan memperhatikan seberapa efektif organisasi bergerak maju menuju misi dan tujuannya sendiri, bagaimana kinerja organisasi dalam hal pencapaian tujuan utama (major achievements), tingkat produktifitas organisasi dalam kaitannya dengan misi dan nilai-nilai dalam organisasi, dan daya guna produk-produknya (utilization of results); serta seberapa efisien organisasi dalam menuju misinya dan bagaimana ketersediaan dan dukungan keuangan dalam organisasi.
 organizational motivation = motivasi organisasi. Tidak ada dua organisasi yang sungguh-sungguh serupa.  Setiap organisasi memiliki sejarah perkembangan yang berbeda, juga visi, misi, kultur, serta sistem insentif dan penghargaannya (reward system). Level motivasi organisasi dapat dilihat dari sejarah organisasi, misi organisasi, kultur organisasi (the organization’s culture), serta sistem insentif  dan penghargaan yang berlaku di dalamnya.
organization’s culture = kultur organisasi, yakni bagaimana sikap organisasi (seluruh orang dalam organisasi) secara umum terhadap “kerja”, sikap terhadap kolega (colleagues), klien, atau stakeholders yang berkepentingan dengan organisasi; kepercayaan terhadap nilai-nilai yang dimiliki, serta norma-norma dalam organisasi yang mendasari dan menjadi pedoman dalam berjalannnya organisasi.
organizational capacity = kapasitas keorganisasian. Kapasitas yang dimiliki organisasi menjadi basis tempat berdirinya kinerja organisasi. Kapasitas organisasi dapat dipahami melalui kekuatan dan kelemahan strategi kepemimpinan (strategic leadership) dalam organisasi, manajemen keuangan, struktur keorganisasian, sarana dan prasarana yang dimiliki, sistem perekrutan, serta proses atau dimensi sumberdaya manusia, program dan manajemen pelayanan, manajemen proses, dan hubungan antar organisasi (inter-organizational linkages).

*****

Rabu, 14 September 2011

Mengukur trust (tingkat kepercayaan)

Tujuh cara mengukur kepercayaan (trust) dalam organisasi:
  1. Apakah orang-orang dalam organisasi cukup berkomitmen?
  2. Apakah orang-orang dalam organisasi cukup terbuka menyampaikan segala hal antar sesama dan bahkan antar bagian?
  3. Apakah perilaku manajer dan pimpinan dapat diduga dan positif?
  4. Apakah ada proses feedback yang jelas berkenaan dengan reward yang semestinya diperoleh?
  5. Apakah orang-orang mesti baru bisa mengerti apa yang terjadi daam organisasi melalui media gossip? Artinya, tak ada saluran komunikasi yang terbuka?
  6. Apakah orang-orang mendiskusikan kekecewaan yang dirasakannya secara terbuka dan bertangung jawab?
  7. Apakah manajemen cukup mendorong kompetisi antar karyawan?
Sumber: http://top7business.com/?Top-7-Ways-To-Measure-Your-Organizations-Trust&id=388


acceptance of diversity (penerimaan terhadap perbedaan)
acceptance of controversy (penerimaan terhadap hal-hal yang saling bertentangan atau kontroversi)
broadening the definition of who "we" are (berapa luas pemaknaan mereka tentang siapa "kita")
permeable political boundaries (daya lentur terhadap batas-batas politik)
diversity and flexibility in networks(keragaman dan fleksibilitas dalam jaringan-jaringan yang tumbuh)
network inclusiveness and (bagaimana keterbukaan terhadap network)


******
relative equality of access to resources (posisi yang sama dalam hal akses terhadap sumber daya)

Kamis, 08 September 2011

Asset-based Community Development

John McKnight and John Kretzmann of the Community Development Institute recommend focusing on strengths and capacities of a community rather than starting from a place of weakness or deficit. Their belief is that locating all of the available local assets within a community and connecting them with one another in ways that multiply their effect can achieve regeneration. Their Asset-based Community Development strategy concentrates on the agenda building and problem-solving capabilities of local residents, associations and institutions.

Most likely there are under-utilized and unrealized assets in your community. These may be in the form of:

• Individuals with specific talents and skills;
• Associations or informal groups of people working together for a common goal;
• Institutions, which include government and non-governmental organizations;
• Land and buildings;
• Local businesses and lending institutions that can donate, sponsor or otherwise
support community work.

*****

Hal-hal yang perlu dicatat untuk ORGANISASI Petani

Farmers’ Organization Records

Many indicators rely on data from farmers‟ organizations. These include:

1. Average (over participating smallholder farmers‟ organizations) price received for commodities as a percentage of the highest price in that locality during the marketing season,

2. Number of farmers‟ organizations with at least one member of the management staff trained in organization management (i.e., governance, administration, or financial management of farmers‟ organizations),

3. Average (over farmers‟ organizations) percentage of contracts successfully delivered (relative to baseline and comparison group, disaggregated by country and primary reason for default),

4. Percentage of participating smallholder/low income farmers‟ organization members who are women (disaggregated by country),

5. Percentage of participating smallholder/low income farmers‟ organizations‟ elected leadership positions held by women (disaggregated by country),

6. Number of participating smallholder/low income farmers‟ organization members who are smallholder farmers (disaggregated by country),

7. Percentage change in total membership of participating smallholder/low income farmers‟ organizations (relative to baseline and disaggregated by sex of member),

8. Number of participating smallholder/low income farmers‟ organizations with ability to offer their members some form of financing for crops at harvest (e.g., by pre-purchase, credit, access
9. Purchase for Progress Monitoring Manual 14

10. to warehouse receipt systems, or other full or partial pre-payment for crops) (relative to baseline and comparison group, disaggregated by type of financing),

11. Number of participating farmers‟ organizations depositing commodities in a warehouse with a receipt system,

12. Average quantity of staple commodities sold by participating farmers‟ organizations (relative to baseline and comparison group, disaggregated by commodity),

13. Average size of sale of staple commodities by participating smallholder/low income farmers‟ organization (relative to baseline and comparison group, disaggregated by commodity),

14. Average number of different geographic markets sold into by participating smallholder/low income farmers‟ organizations (relative to baseline and comparison group),

15. Number of participating smallholder/low income farmers‟ organizations offering post-harvest handling services to their members (relative to baseline and comparison group, disaggregated by service), and

16. Number of participating farmers‟ organizations with access to warehouse storage capable of maintaining long-term quality of stored commodities.

The formal surveys of farmers‟ organizations collect the data necessary to calculate these indicators. The indicators, however, provide only a partial picture of how farmers‟ organizations are increasing their capacity, changing the way they market commodities, and improving market access for their smallholder members. Collecting more detailed data on farmers‟ organizations‟ sales than is feasible during an interview will provide a deeper understanding of these key questions and contribute to learning. In particular, detailed data on farmers‟ organizations‟ receipts and sales of commodities will contribute to a better understanding of:

1. The performance (defaults) of farmers‟ organizations on contracts and reasons for poor performance.
2. The margin between prices received for commodities and prices paid to farmers and reasons for these margins (e.g., processing and marketing costs).
3. The types of farmers (e.g., large/small, male/female, farmers‟ organization members/non-members) who are contributing to a sale and the quantities they are contributing. These data will help validate information from the farmer surveys and provide accurate information on how well the P4P intervention is engaging smallholders in terms of the numbers of smallholders selling through the organization and the quantities they are selling relative to larger farmers (the issue of elite capture).
4. The number of smallholder farmers contributing to sales to WFP (for reporting to the donor).
5. Whether the quality farmers are delivering to the farmers‟ organization is improving over time (e.g., cleaning, drying, sorting/grading costs are declining and prices paid to farmers are increasing).

Sumber: http://home.wfp.org/stellent/groups/public/documents/reports/wfp229261.pdf

*****

Daftar pertanyaan untuk menilai sebuah organisasi

Pedoman singkat untuk menilai sebuah organisasi (Short Guide for Organizational Assessment) .

Pedoman ini menyediakan kerangka bagaimana melakukan penilaian sebuah organisasi secara cepat (rapid organizational assessment/ROA) dengan waktu 1 sampai 2 hari. Untuk penilaian secara lebih dalam (in-depth assessments), maka alatnya lebih lengkap. Pedoman ini berisi berbagai konsep kunci yang merefleksikan bagaimana menganalisa empat aspek, yaitu: kinerja organisasi, kesesuaian organisasi di lingkungannya, mootivasi organisasi, dan kapasitas organisasi.

Data pendukung utama

Berbagai metode untuk penggalian data yang dibutuhkan adalah:
1. Temui dan catat nama-nama mereka yang merupakan bagian dari organisasi, yaitu staf, manajer, beneficiaries, stakeholders, instansi pemerinatah terkait, pihak donor, dan pihak-pihak lain.
2. Kumpulkan dan pelajari dokumen-dokumen penting, berupa gambar-gambar (charter), tujuan organisasi, AD/ARTT, dokumen pinjaman, laporan tahunan, laporan keuangan (financial reports), serta jasa yang ditawarkan/disediakan organisasi.
3. Catat fasilitas yang dimiliki, berupa gedung, lahan, kantor, dan berbagai prasarana lain.
4. Pelajari dinamika sosialnya secara umum, yaitu bagaimana sikap mereka ketika berinteraksi (siapa yang hadir, siapa yang tidak), proses pengembilan keputusan, sifat relasi dengan organization’s clients, dan bagaimana pekerjaan dijalankan atau apa paradigma utamanya.

Empat aspek yang harus dikaji dalam meneliti/mengkaji sebuah kelembagaan (atau adakalanya disebut organisasi) adalah:

(A) Kinerja organisasi (Organizational Performance)
Setiap organisasi akan berusaha untuk mencapai tujuannya yang disesuaikan dengan sumber daya yang dimilikinya. Kinerja organisasi yang baik (“good performance”) adalah apabila semua bagian organisasi bekerja secara benar, efektif, dan efisien, untuk mencapai tujuan tersebut.
Secara lebih detail, kinerja organisasi dapat diipelajari dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:

(1) Untuk mengetahui seberapa efektif organisasi bergerak maju menuju misi dan tujuannya sendiri.

a.. Bagaimana kinerja organisasi dalam hal pencapaian utama (major achievements), tingkat produktifitas organisasi dalam kaitannya dengan misi dan nilai-nilai dalam organisasi, dan daya guna produk-produknya (utilization of results)?
b. Bagaimana kinerja staf/anggota dalam hal pelayanan (clients served), dan kualitas pelayanan/produk?
c. Bagaimana kinerja pelayanan, misalnya bagaimana dukungan terhadap komuitas riset, dan transfer teknologi)?
(2) Untuk mengetahui seberapa efisien organisasi dalam menuju misinya.
a. Bagaimana perbandingan antara biaya yang telah dikeluarkan dibagi dengan jasa yang dihasilkan (rates costs/services)?
b. Bagaimana produktifitas anggota (turnover, absenteeism, outputs)?
c. Seberapa tingkat efisiensi dalam sistem administrasi yang dijalankan?
(3) Untuk mengetahui apakah organisasi selalu relevan sepanjang waktu.
a. Bagaimana adapatasi dari misi utamanya ketika terjadi perubahan kondisi?
b. Bagaimana kebutuhan stakeholders dapat dipenuhi?
c. Bagaimana daya adpatasi organisasi terhadap perubahan lingkungannya?
(4) Untuk mengetahui bagaimana ketersediaan dan dukungan keuangan dalam organisasi.
a. Bagaimana diversifikasi sumber pendanaan digali?
b. Bagaimana kemampuan organisasi untuk menghasilkan uang/pendanaan sendiri?
c. Bagaimana kemampuan untuk selalu memperoleh keuntungan sepanjang waktu?

(B) Kemampuan organisasi tumbuh di lingkungannya (The Enabling Environment and Organizational Performance)
Setiap organisasi tidak berada di ruang hampa. Setiap organisasi berada di lingkungan tertentu, yang menyediakan kondisi yang beragam yang akan mempengaruhi organisasi tersebut. Intinya, adalah mempelajari apa dampak berbagai lingkungan tersebut terhadap misi (mission), kinerja (performance) dan kapasitas organisasi (capacity of the organization).
Untuk memahami masalah ini, gunakan panduan berikut:

1. Untuk menjelaskan kondisi lingkungan teknologi dan ekologi (technological and ecological environments) yang akan mempengaruhi jalannya organisasi:
a. Apa dan bagaimana kondisi sarana dan prasarana yang tersedia?
b. Bagaimana kondisi geografi?
c. Bagaimana kemampuan teknologinya (technological literacy)?
d. Apa teknologi informasi yang dipakai?
e. Bagaimana iklim (climate) secara keseluruhan?

2. Untuk menjelaskan dan nilai lingkungan sosial dan kulturalnya:
a. Bagaimana norma dan nilai yang ada di organisasi?
b. Apa kepercayaan (beliefs) yang dipegang teguh?
c. Bagaimana sikap dalam bermasyarakat (attitudes in society)?
d. Bagaimana kemampuan tulis baca (literacy) secara umum?

3. Untuk menjelaskan dan melakukan penilaian terhadap stakeholders utama organisasi:
a. Siapa clients organisasi?
b. Siapa yang menjadi donors organisasi?
c. Siapa penerima manfaat organisasi (beneficiaries)?
d. Bagaimana peran dan keterkaitan dengan pihak pemerintah (government bodies)?
e. Bagaimana peran dan keterkaitan dengan institusi lain?

4. Untuk menjelaskan dan mempelajari lingkungan tata pemerintahan (legal administrative) dimana organisasi tersebut hidup:
a. Apa dan bagaimana kebijakan (policy) yang ada?
b. Bagaimana tata peraturan (legislation) yang ada?
c. Bagaimana pengaturan (regulations) yang ada?
d. Bagaimana tata hukum (laws) yang ada?

5. Untuk menjelaskan dan mempelajari lingkungan politik dimana organisasi tersebut hidup:
a. Bagaimana bentuk dan sistem pemerintahan yang ada?
b. Bagaimana distribusi kekuasaan (distribution of power) dibangun?
c. Bagaimana akses organisasi terhadap sumber daya pemerintahan?
d. Bagaimana alokasi keputusan (allocation decisions) dijalankan?
e. Bagaimana kecenderungan politik (political will) yang ada?

6. Untuk menjelaskan dan mempelajari lingkungan ekonominya dimana organisasi tersebut hidup:
a. Bagaimana tingkat dan laju GDP, inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan hutang?
b. Apa pengaruh pengkondisian oleh berbagai lembaga ekonomi dunia terhadap jalannya organisasi?
c. Bagaimana struktur upah dan harga yang berjalan di lingkungannya?
d. Apa saja dan apa peran komunitas ekonomi yang ada bagi organisasi?
e. Bagaimana hard currency access?
f. Bagaimana dukungan dan distribusi anggaran dari pemerintah?

(C) Motivasi organisasi (Organizational Motivation)
Tidak ada dua organisasi yang sungguh-sungguh serupa. Setiap organisasi memiliki sejarah perkembangan yang berbeda, visi, misi, kultur, serta sistem insentif dan penghargaannya (reward system). Untuk menentukan level motivasi organisasi, dapat dengan menjawab berbagai pertanyaan berikut:

1. Untuk menganalisa secara mendalam sejarah organisasi.
a. Kapan waktu dan bagaimana proses pendirian organisasi?
b. Apa saja pencapaian atau prestasi utama yang telah diperoleh?
c. Apa saja perjuangan utama (major struggles) yang telah dilakukan?
d. Apa saja perubahan dalam ukuran, program, dan kepemimpinan?
e. Apa saja proyek dan pinjaman yang telah diterima?

2. Untuk memahami misi organisasi.
a. Bagaimana evolusi pernyataan misi?
b. Apa tujuan-tujuan organisasi?
c. Bagaimana peran misi terhadap pembentukan organisasi (shaping the organization), yang menetapkan maksud dan arah organisasi?
d. Apa saja riset atau produk-produk riset yang dihargai?

3. Untuk memaahami kultur organisasi (the organization’s culture).
a. Bagaimana sikap secara umum terhadap “kerja” (attitudes about working)?
b. Bagaimana sikap terhadap kolega (colleagues), klien, atau stakeholders yang berkepentingan dengan organisasi?
c. Apa saja kepercayaan terhadap nilai-nilai yang dimiliki?
d. Apa saja norma-norma dalam organisasi yang mendasari dan menjadi pedoman dalam berjalannnya organisasi?

4. Untuk memahami sistem insentif dan penghargaan ( incentive and reward system).
a. Apa saja faktor-faktor kunci, nilai, dan motivasi yang mendukung kepada produktifitas dalam organisasi?
b. Bagaimana kebebasan intelektual (intellectual freedom), stimulasi (stimulation), dan otonomi (autonomy) dipegang dan dijalankan?
c. Bagaimana sistem renumerasi, akses terhadap bantuan (grant access) serta kesempatan untuk memperoleh kemajuan (advancement)?
d. Bagaimana pertimbangan rekan sejawat (peer recognition) dan prestise (prestige)?

Lalu, bagaimana motivasi mempengaruhi kinerja organisasi? Serta, bagaimana pula sejarah, misi, kultur, dan sistem insentif mempengartuhi secara positif ataupun negatif terhadap organisasi?

(D) Kapasitas Organisasi (Organizational Capacity)
Kapasitas yang dimiliki organisasi menjadi basis tempat berdirinya kinerja organisasi. Kapasitas organisasi dapat dipahami melalui delapan aspek. Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, maka diketahui bagaimana kapasitas organisasi mempengaruhi kinerja organisasi. Yaitu melalui kekuatan dan kelemahan kapasitas organisasi.
Pahami kapasitas organisasi melalui penduan pertanyaan berikut:

1. Untuk menilai kekuatan dan kelemahan strategi kepemimpinan (strategic leadership) dalam organisasi.
a. Bagaimana kepemipinan dijalankan, dalam hal kultur manajemen (managing culture), arah (setting direction), dukungan sumberdaya (resource development), dan jaminan bahwa tugas-tugas akan dijalankan?
b. Bagaimana rencana strategis yang disusun dalam hal pemahaman terhadap lingkungan (scanning environment), pengembangan pendekatan untuk menuju tujuan dan misi?
c. Bagaimana niche management, yaitu berupa area of expertise, keunikan (uniqueness), danpertimbangan terhadap keunikan, dan pengenalan terhadap keunikan tersebut?

2. Untuk menilai kekuatan dan kelemahan manajemen keuangan.
a. Bagaimana perencanaan keuangan yang dimiliki, dalam hal biaya operasi (operating expenses), perkiraan kebutuhan pembiayaan dan peralatan di masa depan?
b. Bagaimana akuntabilitas keuangan dalam hal peran anggota untuk menggunakan keuangan organisasi serta tranparansi keuangan?

3. Untuk menilai kekuatan dan kelemahan struktur keorganisasian.
a. Bagaimana peran pemerintahan dalam hal kerangka legalitas, proses pengambilan keputusan, metode untuk menyusun arah, dan hubungan dengan luar (external links)?
b. Bagaimana operasional organisasi, dalam hal aturan dan tanggung jawab, koordinasi anggota, dan sistem koordinasi?

4. Untuk menilai kekuatan dan kelemahan sarana dan prasaran yang dimiliki organisasi.
a. Bagaimana manajemen difasilitasi, dalam hal kecukupan listrik, dan air bersih?
b. Bagaimana menajemen penggunaan teknologi dalma hal peralatan (equipment) yang tersedia, sistem informasi, perangkat lunak dan keras, dan kepustakaan.

5. Untuk menilai kekuatan dan kelemahan sistem perekrutan (following systems), serta proses atau dimensi sumberdaya manusia.
a. Bagaimana perencanaan dalam perekrutan, seleksi, pengembangan anggota (staffing), dan pengembangan orientasi?
b. Bagaimana pengembangan kinerja manajemen, serta monitoring dan evaluasion?
c. Bagaimana konsep manajemen karir diterapkan, dalam hal pengembangan karir (career development) dan training?
d. Bagaimana konsep pemeliharaan, dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja, isu gender, dan kualitas hidup (quality of working life)?

6. Untuk menilai kekuatan dan kelemahan dalam hal program dan manajemen pelayanan.
a. Bagaimana perencanaan yang telah disusun berkenaan dengan identifikasi kebutuhan (identifying needs), setting objectives, serta sistem evaluasi pembiayaan dan pengembangan?
b. Bagaimana pelaksanaan kegiatan dalam hal ketepatan dengan jawdwal (adherence to schedules), serta koordinasi seluruh kegiatan?
c. Bagaimana sistem monitoring dijalankan, berkenaan dengan proyek dan program, sistem untuk menilai kemajuan, dan umpan balik dari stakeholders?

7. Untuk menilai kekuatan dan kelemahan manajemen proses (process management).
a. Bagaimana pemecahan terhadap permasalahan yang dihadapi, yaitu bagaimana memahami masalah (defining problems) serta mengumpulkan data dan informasi berkenaan dengan permasalahan tersebut?
b. Bagaimana proses pembuatan keputusan, yaitu dalam hal penciptaan alternatif-alternatif, proses memilih keputusan, dan memonitoring keputusan tersebut?
c. Bagaimana pelaksanaan komunikasi, dalam hal pertukaran informasi-informasi penting, serta bagaimana membangun sikap berbagi informasi di antara anggota?
d. Bagaimana monitoring and evaluasi dijalankan, dalam hal mengumpulkan data, tracking progress, bagaimana menggunakan informasi, dan perubahan dan peningkatan dalam keorganisasian?

8. Untuk menilai kekuatan dan kelemahan hubungan antar organisasi (inter-organizational linkages).
a. Bagaimana jaringan yang terbangun, dalam hal tipe, sifat, ketepatan keanggotaan (appropriate membership), utilitas (utility), koordinasi, dan keuntungan?
b. Bagaimana pengembangan kemitraan (partnerships), dalam hal tipe, sifat, dan keberlanjutannya?
c. Bagaimana pengembangan hubungan secara elektronik, yaitu dalam hal jaringan komunikasi, sarana informasi yang dimiliki (information equipment),sumber-sumber informasi, dan keterampilan dan kemampuan anggota dalam berkomunikasi?

****

Rabu, 07 September 2011

Indikator kunci menilai KEMISKINAN dan Ekslusi Sosial

New Policy Institute Key Indicators of Poverty and Social Exclusion,
Indikator kunci dalam menilai kemiskinan dan ekslusi sosial bisa dilihat pada berbagai level, mulai dari individu sampai ke komunitas. Selengkapnya indikator yang kudu dilihat adalah :

Income



  1. Gap between low and median income, jarak antara pendapatan terendah dengan menengah

  2. Individuals with below 50% of average income, jumlah orang yang pendapatan rata-ratanya dibawah 50 persen

  3. Individuals with below 40% of average income,
  4. jumlah orang yang pendapatan rata-ratanya dibawah 40 persen

  5. Long-term recipients of benefits

  6. Individuals with spells of low income

  7. Self-reported difficulty managing financially
Children



  1. Children living in workless households

  2. Children living in households with below 50% average income

  3. Low birthweight babies

  4. Accidental deaths

  5. Pupils gaining no GCSE grade C or above

  6. Permanently excluded from school

  7. Children whose parents divorce

  8. Births to girls conceiving under age 16

  9. Children in young offenders’ institutions
Young Adults, pada dewasa muda, indikatornya adalah:




  1. Unemployed, menganggur

  2. On low rates of pay

  3. On severe hardship payments

  4. Starting drug treatment

  5. Suicide, bunuh diri

  6. Without basic qualification (at 19), tanpa kemampuan dasar

  7. With a criminal record (at 23), memiliki catatan kejahatan

Adults, untuk kelompok dewasa


  1. Individuals wanting paid work

  2. Households without work for 2 years or more

  3. On low rates of pay

  4. Insecure in employment

  5. Without access to training

  6. Premature death

  7. Limiting long-standing illness or disability

  8. Depression

Older People, untuk kalangan orang yang lebih tua


  1. Pensioners with no private income

  2. Spending on essentials

  3. Limiting long-standing illness or disability

  4. Anxiety

  5. Help from social services to live at home

  6. Without a telephone

Communities, kalo untuk mengukurnya di level komunitas, indikator yang digunakan adalah:


  1. Polarisation of work, bagaimana polarisasi sosial karena perbedaan pekerjaan terjadi

  2. Spending on travel of poorest, relative to middle income

  3. Lacking a bank or building society account

  4. Non-participation in civic organisations

  5. Dissatisfaction with local area

  6. Vulnerability to crime

  7. Homes lacking central heating

  8. Households in temporary accommodation

  9. Overcrowding

  10. Mortgage arrears

sumber: http://www.radstats.org.uk/no071/article2a.htm




*****

Indikator Pemeringkatan Universitas se-Dunia

Pihak Quacquarelli Symonds (QS) World University Ranking, misalnya untuk periode 2011/2012 yang dikeluarkan pada 5 September, menilai pada lima rumpun ilmu yaitu Arts and Humanities, Engineering and Technology, Life Sciences and Medicine, Natural Science dan Social Sciences & Management.

QS World University Ranking menggunakan enam parameter dalam pemeringkatan yaitu academic reputation (40 persen), employer reputation (10 persen), student/faculty ratio (20 persen), citations per faculty (20 persen), international faculty (5 persen) dan international students (5 persen).

Jika dilihat dari parameter penilaian dalam pemeringkatan QS World University Ranking, indikator-indikator yang digunakan cukup komprehensif. Indikator yang dimaksud adalah:
- kualitas akademik,
- publikasi,
- manajemen,
- rasio kecukupan dosen,dan
- serta pertukaran mahasiswa/ dosen internasional.

******

Minggu, 28 Agustus 2011

Indikator kultural ketahanan pangan


Consolidated indicators developed at the 2nd Global Consultation on the Right to Food and Food Security for Indigenous Peoples: Cultural Indicators for Food Security, Food Sovereignty and Sustainable Development

1. Access to, security for and integrity of lands, territories, natural resources, sacred sites and ceremonial areas used for traditional food production, harvesting and/or gathering and related cultural and ceremonial purposes

2. Abundance, scarcity and/or threats to traditional seeds, plant foods and medicines, and food animals, as well as cultural practices associated with their protection and survival

3. Use and transmission of methods, knowledge language, ceremonies, dances, prayers, oral histories, stories and songs related to traditional foods and subsistence practices, and the continued use of traditional foods in daily diet as well as in relevant cultural/ceremonial practices

4. Capacity by Indigenous Peoples for adaptability, resilience, and/or restoration of traditional food use and production in response to changing conditions including migration, displacement, urbanization and environmental changes

5. Ability of Indigenous Peoples to exercise and implement their rights including self-determination and free prior informed consent, as well as their self-government structures, to promote and defend their Food Sovereignty and related aspects of their development

Sumber: Cultural indicators of Indigenous Peoples' food and agro-ecological systems*
by Ellen Woodley, Eve Crowley, Jennie Dey de Pryck, and Andrea Carmen

*****

Pertanyaan2 dalam analisis GENDER di pertanian


Pertanyaan2 gender dalam bidang kegiatan irigasi:

1.Do men and women differ in their water use and future irrigation needs, such as:
types of crops irrigated (commercial corps, food crops, etc.); nonagricultural water requirements; preferred sites of water use; or distance (of home or fields) from water source?
2. Do women with agricultural specializations need access to irrigation water?
3. How will women be affected by intensified production as a result of the irrigation project? (Consider changes in labor requirements, changes in cash requirements for agricultural investments and concomitant changes in women�s labor allocation, etc.)
4. How will changes in cropping pattern (e.g., cash cropping versus subsistence crop production) affect women?
5. How will women be affected by the increased demand for labor and services created in the implementation phase?
6. Are women now involved in water management? Do they have a role in the settlement of water management disputes?
7. Are there water user associations? Can women join them?
8. Are women members of water user associations?
9. Does the executing agency (EA) have the capacity to mainstream GAD concerns?
10. Does the EA have female extension workers?

Sumber: http://www.adb.org/Documents/Manuals/Gender_Checklists/Agriculture/agri0501.asp?p=genchck

Khusus dalam bidang kegiatan microfinance:

1. Do men and women differ in their patterns of credit use (e.g., type of loans, number of loans, interest rates, arrears, defaults, amounts borrowed, effective use)?
2. Are there significant numbers of women farmers, enterprise owners, producers, workers, or household heads in the client population?
3. Do women and men have separate credit unions or savings and loan groups?
4. Does the beneficiary population have access to finance from both formal and informal sources? 5. Are there differences in access for women and men?
6. If women's access to credit is more restricted than that of men, how does this relate to women's property rights and ability to provide collateral? What are other constraints on women�s access to credit?
7. Will the project change existing patterns of relative access to credit for women and men? components.

Nah, khusus untuk kegiatan peternakan (livestock), maka pertanyaan2 nya adalah:

1. What roles do women and men play in livestock husbandry and care in the project area?
For which aspects of animal care are women mainly responsible, e.g., with which of the following activities are women involved daily or regularly: collection and fodder preparation, feeding;
watering; cleaning; herding; milking, sheaving, or other harvesting activities; or
care of sick animals?
2. How will the project affect the amount of labor men and women spend on livestock care? Will women and men do more work or less?
3. If the project involves new productive tasks, will these be done by women or by men? Will the labor have to be shifted from other activities? How will such changes affect women?
4. Will the project inputs to livestock development change women�s roles in the overall farming system? How?
5. If the care of large livestock is thought to be a responsibility of the men, do women actually do some of the work? How much?
6. If commercial livestock production technologies are provided to men, how will women�s traditional workload and responsibilities be affected?
7. Will the project create extra work for women? If so, how will they benefit from it?
8. Will new livestock production methods or new forms of livestock affect land use? Will they affect women�s access to land?
9. Do women have access to the resources (land, credit, capital) to participate in the project and to benefit from the improved stocks, feeds, or other inputs?
10. Are women included in processing or marketing cooperatives or in communal projects?
11. Do women own the animals they tend, and do they have control over or access to the income derived from the sale of meat, eggs, milk, etc.?

*****

Prinsip-prinsip Kedaulatan Pangan

"Food sovereignty" is =

a term coined by members of Via Campesina in 1996 to refer to a policy framework advocated by a number of farmers, peasants, pastoralists, fisherfolk, indigenous peoples, women, rural youth and environmental organizations, namely the claimed "right" of peoples to define their own food, agriculture, livestock and fisheries systems, in contrast to having food largely subject to international market forces.

Sesuai Via Campesina, tujuh prinsip kedaulatan pangan adalah:

1. Makanan adalah hak dasar tiap manusia, tidak semata-mata menjadi barang dagangan belaka.
2. Menerapkan pendekatan Reforma agraria
3. perlindungan pada sumber daya alam, atau penggunaan SDA secara bertanggung jawab
4. penataan pasar pangan
5. Akhiri kelaparan global
6. kedamaian sosial (social peace).
7. kontrol pada demokrasi (democratic control).

Sumber:
http://en.wikipedia.org/wiki/Food_sovereignty

Namun dari Declaration of Ny̩l̩ni РForum for Food Sovereignty 2007, disebut ada enam prinsip sbb:


1. Focuses on Food for People: food is a basic human right and cannot be seen just as a commodity for international agri-business.
2. Values Food Providers: small-scale farmers, fi sherfolk, indigenous peoples are supported and valued. Policies that undermine and threaten their livelihoods are rejected.
3. Localizes Food Systems: food providers and consumers are brought closer together through local markets. Inequitable international trade and remote and unaccountable corporations are rejected.
4. Puts Control Locally: control over land, water, seeds, and livestock is put in the hands of food providers. Privatization of natural resources through laws, commercial contracts and intellectual property rights is rejected.
5. Builds Knowledge and Skills: local knowledge and skills that conserve, develop, and manage localizing food systems is supported. Technologies that undermine or contaminate such systems (e.g. GMOs) are rejected.
6. Works with Nature: the contribution of ecosystems isused to its full extent with low external input, and an improvement in resilience and adaptation is sought, especially in the light of climate change.

*****

Rabu, 24 Agustus 2011

Apa itu PERTANIAN INDUSTRIAL ?

Industrial farming is a form of modern farming that refers to the industrialized production of livestock, poultry, fish, and crops. The methods of industrial agriculture are technoscientific, economic, and political. They include innovation in agricultural machinery and farming methods, genetic technology, techniques for achieving economies of scale in production, the creation of new markets for consumption, the application of patent protection to genetic information, and global trade. These methods are widespread in developed nations and increasingly prevalent worldwide. Most of the meat, dairy, eggs, fruits, and vegetables available in supermarkets are produced using these methods of industrial agriculture.

Industrial agriculture =

a. rapidly deteriorated soils, requiring continuous movement to new croplands
b. increased the ability to obtain more food from the same area
c. improved soils permanently, providing more food from less space
d. is necessary today for all cultures
e. had no impact on agriculture

*****

Mengukur Pertanian Berkelanjutan

Sebuah penelitian menggunakan indikator sbb.:

Economic :


  1. Return on asset (%)

  2. Economic efficiency

  3. Total factor productivity

  4. Risk (%)

  5. Net farm income per capita ($/person)

  6. Credit use ($/ha)

  7. Ratio of farms having unoccupied farmland (%)

  8. Ratio of farms planning operating investment (%)

  9. Ratio of farms extend their farmlands (%)

  10. Ratio of farms invest capital to off-farm (%)
Social :


  1. Ratio of village not to enjoy sewerage system (%)

  2. Distance from nearest health institution (km)

  3. The ratio of village having insufficient drinking water (%)

  4. The ratio of asphalted road (%)

  5. Population/government health official

  6. The number of student per teacher

  7. Ratio of farm having social security (%)

  8. Agricultural population density (person/ha)

  9. Ratio of farm that their title deed are belong to more than two person (%)

  10. Ratio of farm deciding to break away agriculture (%)
Environment :


  1. Technical efficiency

  2. Size of cultivated area applied synthetic fertilizer / total cultivated area (%)

  3. Size of cultivated area applied pesticide/ total cultivated area (%)

  4. Ratio of farm used more synthetic fertilizer than suggested level (%)

  5. Ratio of farm used more pesticide than suggested level (%)

  6. The number of factory established in first class area

  7. Ratio of farm operators who supported the idea of cutting woodland off to gain extra farmland (%)

  8. Ratio of farm operators who supported the idea of establishing factory on agricultural land (%)

  9. The size of organic farming area (ha)

  10. Ratio of settlements founded on first and second class agricultural land (%)
Bio-physical :


  1. Ratio of land where organic matter is low (%)

  2. Crop diversity (Simpson index)

  3. Ratio of shallow land (< 20 cm) (%)

  4. The size of IV, VI and VII class land /total agricultural land (%)

  5. Ratio of farm faced with irrigation water shortage (%)

  6. Ratio of agricultural land faced with severe water erosion (%)

  7. The quality of irrigation water (salinity, C4 (%))

  8. Ratio of agricultural land that their pH is not between 6.8 and 7.3 (%)

  9. The size of land that their slope is more than 20%/total agricultural land (%)

  10. The size of soil that their saline amount is more than 0.15%

    Sumber: V. Ceyhan. Assessing the agricultural sustainability of conventional farming systems in Samsun province of Turkey. http://www.academicjournals.org/ajar/pdf/pdf%202010/4%20Jul/Ceyhan.pdf

    ****

Mengukur Keberdayaan Perempuan (women's empowerment approach)

Menurut Hashemi et al (1996), indikatornya adalah :

• mobility; economic security;
• ability to make small purchases;
• ability to make larger purchases;
• involvement in major household decisions;
• relative freedom from domination within the family;
• political and legal awareness;
• and involvement in political campaigning and protests.

Menurut CIDA (The Canadian International Development Agency), indicators of women's empowerment adalah:

• How have changes in national/ local legislation empowered or disempowered women or men (e.g. concerning control over resources such as land)?
• What is the role of local institutions in empowering/disempowering women/men?
• Is the part women as compared to men, are playing in major decisions in their locality/household increasing or decreasing?
• Is there more acknowledgement of the importance of tasks customarily carried out by women, e.g. child care?
• How are women organising to increase their empowerment, for example against violence?
• If employment and education for women are increasing, is this leading to greater
empowerment?

CIDA's indicators of empowerment

Legal empowerment indicators include:
• the enforcement of legislation related to the protection of human rights;
• number of cases related to women’s rights heard in local courts, and their results;
• number of cases related to the legal rights of divorced and widowed women heard in local courts, and results;
• the effect of the enforcement of legislation in terms of treatment of offenders;
• increase/decrease in violence against women;
• rate at which the number of local justices/ prosecutors/ lawyers who are women/men is increasing/decreasing;
• rate at which the number of women/men in the local police force, by rank is
increasing or decreasing.


Political empowerment indicators include:
• percentage of seats held by women in local councils/ decision-making bodies;
• percentage of women in decision-making positions in local government;
• percentage of women in the local civil service;
• percentage of women/men registered as voters/ percentage of eligible women/men who vote; • percentage of women in senior/junior decision-making positions within unions;
• percentage of union members who are women/men;
• number of women who participate in public progress and political campaigning as compared to the number of men.

For economic empowerment, changes should be noted over time:
• changes in employment/unemployment rates of women and men;
• changes in time use in selected activities, particularly greater sharing by household members of unpaid housework and child-care;
• salary/wage differentials between women and men;
• changes in percentage of property owned and controlled by women and men (land, houses, livestock), across socio-economic and ethnic groups;
• average household expenditure of female/male households on education/ health; ability to make small or large purchases independently;
• percentage of available credit, financial and technical support services going to women/men from government/ non-government sources.

Social empowerment, changes over time of:
• numbers of women in local institutions (e.g. women’s associations, income generating groups etc.) to project are population, and numbers of women in positions of power in local institutions;
• extent of training or networking among local women, as compared to men; control of women over fertility decisions (e.g. number of children, number of abortions);
• mobility of women within and outside their residential locality, as compared to men.

In addition to these quantitative indicators are a series of suggested qualitative
indicators comprised of indicator questions to assess empowerment:

• To what degree are women aware of local politics, and their legal rights? Are women more or less aware than men? Does this differ by socio-economic grouping, age or ethnicity? Is this changing over time? • Do women and men perceive that they are becoming more empowered? Why?
• Do women perceive that they now have greater economic autonomy? Why?
• Are changes taking place in the way in which decisions are made in the household, and what is the perceived impact of this?
• Do women make decisions independently of men in their household? What sort of decisions are made independently?

UNICEF has adopted the Women's Empowerment Framework, developed by Sara
Longwe, as an appropriate approach to be used in mainstreaming gender. The
framework states that women's development can be viewed in terms of five levels of
equality, of which empowerment is an essential element at each level.

The levels are:

1. Welfare: this addresses only the basic needs of women, without recognising or
attempting to solve the underlying structural causes which necessitate provision of
welfare services. Women are merely passive beneficiaries of welfare benefits.

2. Access: equality of access to resources such as educational opportunities, land and
credit is essential for women to make meaningful progress. The path of
empowerment is initiated when women recognise lack of access to resources as a
barrier to their growth and overall well-being and take action to redress this.

3. Awareness-raising: for women to take appropriate action to close gender gaps or
gender inequalities, there must be recognition that their problems stem from inherent
structural and institutional discrimination. They must also recognise the role that
women themselves often play in reinforcing the system that restricts their growth.

4. Participation: this is the point where women take decisions equally alongside
men. Mobilisation is necessary in order to reach this level. Women will be
empowered to gain increased representation, by organising themselves and working
collectively, which will lead to increased empowerment and ultimately greater
control.

5. Control: The ultimate level of equality and empowerment, where there is a
balance of power between women and men and neither has dominance. Women are
able to make decisions regarding their lives and the lives of their children and play an
active role in the development process. The contributions of women are fully
recognised and rewarded

Sumber: http://www.generoyambiente.org/arcangel2/documentos/377.pdf

*****

Indeks Multidimensi Kemiskinan

Multidimensional Poverty Index (MPI)

The 2010 United Nations Development Programme Human Development Report introduces the Multidimensional Poverty Index (MPI). This new international measure of poverty complements income-based poverty measures by reflecting the multiple deprivations that people face at the same time across 104 developing countries. The MPI identifies deprivations across health, education and living standards, and shows the number of people who are multidimensionally poor and the deprivations that they face on the household level.

Inside the MPI:

1. Education (each indicator is weighted equally at 1/6)
-Years of Schooling: deprived if no household member has completed five years of schooling
-School Attendance: deprived if any school attending school in years 1 to 8

2. Health (each indicator is weighted equally at 1/6)
-Child Mortality: deprived if any child has died in the family
-Nutrition: deprived if any adult or child for whom there is nutritional information is malnourished

3. Standard of Living (each indicator is weighted equally at 1/18)
-Electricity: deprived if the household has no electricity
-Drinking Water: deprived if the househo to clean drinking water or clean water is more than 30 minutes walk from home
-Sanitation: deprived if they do not have adequate sanitation their toilet is shared
-Flooring: deprived if the household has a dirt, sand or dung f
-Cooking Fuel: deprived if the household cooks with wood, charcoal or dung
-Assets: deprived if the household does not own more than one of: radio, TV, telephone, bike, motorbike, or refrigerator and do not own a car or tractor.

Sumber:
http://www.ophi.org.uk/wp-content/uploads/MPI-One-Page-final.pdf?cda6c1

*****

Mengukur Ekslusi Sosial


Diukur atas beberapa kelompok, yang terbagi atas 14 indikator sebagai berikut:

• Financial difficulties:
1. Proportion of persons living in households that have great difficulties in making ends meet;
2. Proportion of persons living in households that are in arrears with (re)payment of
housing and/or utility bills;

• Basic necessities:
3. Proportion of persons living in households which cannot afford meat, fish or chicken every second day;
4. Proportion of persons living in households which cannot afford to buy new clothes;
5. Proportion of persons living in households which cannot afford a week’s holiday away from home;

Housing conditions:
6. Proportion of persons living in the accommodation without a bath or shower;
7. Proportion of persons living in the dwelling with damp walls, floors, foundations, etc.;
8. Proportion of persons living in households which have a shortage of space;

• Durables:
9. Proportion of persons not having access to a car due to a lack of financial resources in the household;
10. Proportion of persons not having access to a telephone due to a lack of financial resources in
the household;
11. Proportion of persons not having access to a color TV due to a lack of financial resources in the household;

• Health:
12. Proportion of persons (over 16) reporting bad or very bad health;

• Social contact:
13. Proportion of persons (over 16) who meet their friends or relatives less often than once a month (or never);

• Dissatisfaction:
14. Proportion of persons (over 16) being dissatisfied with their work or main activity.

Sumber:
The Measurement of Social Exclusion. Satya R. Chakravarty - Indian Statistical Institute, Calcutta. Conchita D’Ambrosio - Università Bocconi and DIW Berlin
p 15-16.(This version July 2003). http://www.diw.de/documents/publikationen/73/diw_01.c.40705.de/dp364.pdf)

Profil komunitas dan Pemetaan Asetnya


Community Profile And Asset Mapping

The primary data source material generated by these interviewing, mapping, and diagramming exercises are:



  1. Community maps, indicating location of community assets and services


  2. Observational notes of group process and summary of issues discussed


  3. List of positive characteristics of community assets and services


  4. List of negative characteristics of community assets and services


  5. List of all formal and informal community institutions


  6. Case study of community collective action


  7. Institutional diagrams (Venn) of relative impact and accessibility


  8. Institutional diagrams (web) of institutional network relationships


*****

Selasa, 23 Agustus 2011

Indeks Kinerja Lingkungan

Indeks kinerja lingkungan (The Environmental Performance Index = EPI) adalah satu metode untuk menghitung dan menilai kinerja lingkungan yang disebabkan oleh kebijakan yang telah dijalankan oleh satu negara. Indeks ini dikembangkan dari kegiatan Pilot Environmental Performance Index yang dipublikasikan tahun 2002, dan dikembangkan untuk mendukung pencapaian tujuan Millennium Development Goals khususnya dalam aspek lingkungan. EPI sesungguhnya telah diawali sebelumnya dalam bentuk lain dengan nama Environmental Sustainability Index (ESI) yang dipublikasikan antara tahun 1999 sampai 2005.

ENVIRONMENTAL HEALTH:
1. Environmental Burden of Disease
2. Adequate Sanitation
3. Drinking Water
4. Indoor Air Pollution
5. Urban Particulates
6. Local Ozone

ECOSYSTEM VITALITY:
7. Regional Ozone
8. Sulfur Dioxide Emissions
9. Water Quality Index
10. Water Stress
11. Conservation Risk Index
12. Effective Conservation
13. Critical Habitat Protection
14. Marine Protected Areas

Productive Natural Resources:
15. Growing Stock
16. Marine Trophic Index
17. Trawling Intensity
18. Irrigation Stress
19. Agricultural Subsidies
20. Intensive Cropland
21. Burnt Land Area
22. Pesticide Regulation

Climate Change:
23. Emissions per capita
24. Emissions per electricity generated
25. Industrial carbon intensity

Sumber:
http://en.wikipedia.org/wiki/Environmental_Performance_Index

Indikator Produktivitas


Produktivitas menurut Ravianto (1989: 18) =

1.Produktivitas adalah konsep universal, dimaksudkan untuk menyediakan semakin banyak barang dan jasa untuk semakin banyak orang dengan menggunakan sedikit sumber daya.
2.Produktivitas berdasarkan atas pendekatan multidisiplin yang secara efektif merumuskan tujuan rencana pembangunan dan pelaksanaan cara-cara produktif dengan menggunakan sumber daya secara efektif dan efisien namun tetap menjaga kualitas.
3.Produktivitas terpadu menggunakan keterampilan modal, teknologi manajemen, informasi, energi, dan sumber daya lainnya untuk mutu kehidupan yang mantap bagi manusia melalui konsep produktivitas secara menyeluruh.
4.Produktivitas berbeda di masing-masing negara dengan kondisi, potensi, dan kekurangan serta harapan yang dimiliki oleh negara yang bersangkutan dalam jangka panjang dan pendek, namun masing-masing negara mempunyai kesamaan dalam pelaksanaan pendidikan dan komunikasi.
5.Produktivitas lebih dari sekedar ilmu teknologi dan teknik manajemen akan tetapi juga mengandung filosofi dan sikap mendasar pada motivasi yang kuat untuk terus menerus berusaha mencapai mutu kehidupan yang baik.

Sinungan (1995: 18) menjelaskan produktivitas dalam beberapa kelompok sebagai berikut :

1.Rumusan tradisional bagi keseluruhan produksi tidak lain adalah ratio apa yang dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang digunakan.
2.Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari pada kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.
3.Produktivitas merupakan interaksi terpadu serasi dari tiga faktor esensial, yakni : Investasi termasuk pengetahuan dan tekhnologi serta riset, manajemen dan tenaga kerja.

Peningkatan produktivitas merupakan dambaan setiap perusahaan, produktivitas mengandung pengertian berkenaan denagan konsep ekonomis, filosofis, produktivitas berkenaan dengan usaha atau kegiatan manusia untuk menghasilkan barang atau jasa yang berguna untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan masyarakat pada umumnya.

Dari sejumlah teori yang dideskripsikan untuk memperoleh dukungan teoritik penyusunan konsep operasional variabel penelitian, menurut Balai Pengembangan Produktivitas Daerah (dalam Umar, 2001: 11) menjelaskan ada enam faktor utama yang menentukan produktivitas tenaga kerja yaitu:
1. Sikap Kerja,
2. Tingkat keterampilan,
3. Hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan,
4. Manajemen produktivitas,
5. Efisiensi tenaga kerja dan
6. Kewiraswastaan.

Selengkapnya, variabel produktivitas kerja sebagai berikut :

1.Dimensi Sikap Kerja dioperasionalkan menjadi 3 indikator penelitian yang terdiri dari indikator-indikator sikap dalam melayani, sikap dalam melaksanakan pekerjaan, dan sikap melakukan inisiatif kerja.
2.Dimensi Tingkat Ketrampilan dioperasionalkan menjadi 3 indikator penelitian yang terdiri dari indikator-indikator ketrampilan pencapaian tugas, ketrampilan melaksanakan program, dan ketrampilan mengevaluasi pencapaian program.
3.Dimensi Hubungan antara lingkungan kerja dioperasionalkan menjadi 3 indikator penelitian yang terdiri dari indikator-indikator hubungan kerja dengan pimpinan, hubungan kerja dengan antar bagian, dan hubungan kerja dengan rekan sekerja.
4.Dimensi Manajemen Produktivitas dioperasionalkan menjadi 3 indikator penelitian yang terdiri dari indikator-indikator koordinasi pekerjaan, komunikasi antar bagian, dan tanggungjawab pekerjaan.
5.Dimensi Efisiensi tenaga kerja dioperasionalkan menjadi 3 indikator penelitian yang terdiri dari indikator-indikator jumlah tenaga kerja, pemanfaatan tenaga kerja, dan pemanfaatan waktu tenaga kerja.
6.Dimensi Kewiraswastaan dioperasionalkan menjadi 3 indikator penelitian yang terdiri dari indikator-indikator kemampuan melihat potensi daerah, kemampuan melihat potensi diri, dan kemampuan melihat potensi organisasi.


Sumber: http://tesisdisertasi.blogspot.com/2010/11/dimensi-indikator-produktivitas.html

*****

Indikator Kompetensi Pegawai

Definisi konseptual = Kompetensi Pegawai adalah karaktersitik kemampuan petugas pelayanan dalam melaksanakan kegiatan pelayanan akta kelahiran yang terungkap dari motives, traits, self-concept, knowledge dan skills.

Dari definisi ini diperoleh 5 dimensi kajian : Dimensi Motives, Dimensi Traits, Dimensi Self-Concept, Dimensi Knowledge dan Dimensi Skills.

Kelima dimensi dioperasionalkan menjadi 15 indikator berikut :

Dimensi Motives meliputi (1) Dorongan kebutuhan ekonomi, (2) Dorongan kebutuhan sosial, dan (3) Dorongan kebutuhan psikologis.

Dimensi Traits meliputi (4) Watak, (5) Sifat, dan (6) Sikap.

Dimensi Self-Concept meliputi (7) Penampilan, (8) Tutur bahasa dan (9) Perilaku.

Dimensi Knowledge meliputi (10) Pengetahuan tentang prosedur pelayanan dan (11) Pengetahuan tentang teknis pelayanan.

Dimensi Skills meliputi (12) Keterampilan administratif, (13) Keterampilan manajerial, (14) Keterampilan teknis, dan (15) Keterampilan sosial.

*****

Indikator Kompetensi Guru


Kompetensi guru = kecakapan, keahlian, keterampilan dan kemampuan yang dimiliki oleh guru yang meliputi empat kompetensi, yaitu kompetensi yang berhubungan dengan kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik (kompetensi pedagogik), kompetensi yang berhubungan dengan keadaan pribadinya (kompetensi pribadi), kompetensi yang berhubungan dengan masyarakat atau lingkungannya (kompetensi sosial). dan kompetensi yang berhubungan dengan tugas profesionalnya sebagai guru (kompetensi profesional).

Definisi Operasional kompetensi guru sekolah dasar negeri adalah skor yang diperoleh guru setelah mengisi kuesioner tentang kompetensi yang merefleksikan kecakapan, keahlian, keterampilan dan kemampuan guru dalam menjalankan tugas profesionalnya yang meliputi empat dimensi kajian, yakni:

Dimensi Kompetensi pedagogik dideskripsikan menjadi Indikator:

1) Pemahaman wawasan landasan kependidikan,
2) Pemahaman terhadap peserta didik,
3) Perancangan dan pelaksanan pembelajaran,
4) Pemanfaatan teknologi pembelajaran,
5) Evaluasi hasil belajar,
6) pengembangan peserta didik.

Dimensi Kompetensi Pribadi dideskripsikan menjadi Indikator:

7) Menguasai pengetahuan dan bertanggungjawab terhadap disiplin ilmunya;
8) Memiliki pengetahuan penunjang tentang kondisi peserta didik;
9) Memiliki pengetahuan tentang materi pelajaran;
10) Memiliki pengetahuan tentang perkembangan peserta didik,
11) Memiliki kemampuan memotivasi peserta didik, dan
12) Mampu menjadi panutan dan suri tauladan.

Dimensi Kompetensi Sosial dideskripsikan menjadi Indikator:

13) Mampu berinteraksi dengan sejawat,
14) Mampu berkomunikasi dengan masyarakat;
15) Mampu bergaul dan melayani masyarakat dengan baik;
16) mampu mendorong dan menunjang kreativitas masyarakat;
17) menjaga emosi dan perilaku yang kurang baik
18) Menjadi suri tauladan dan panutan masyarakat.

Dimensi Kompetensi Profesional dideskripsikan menjadi Indikator :

19) Menyelenggarakan administrasi sekolah,
20) Menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran,
21) Merencanakan sistem pembelajaran;
22) Melaksanakan sistem pembelajaran;
23) Mengevaluasi sistem pembelajaran; dan
24) Mengembangkan sistem pembelajaran.

*****

Indikator Partisipasi Masyarakat


Oakley (1991: 9) memberi pemahaman tentang konsep partisipasi, dengan mengelompokkan ke dalam tiga pengertian pokok, yaitu Partisipasi sebagai kontribusi; Partisipasi sebagai organisasi; dan Partisipasi sebagai pemberdayaan.

Dengan landasan teori dari Oakley, disusun definisi konseptual variabel Partisipasi Masyarakat adalah keterlibatan langsung masyarakat dalam penanganan masalah kebersihan lingkungan yang meliputi kontribusi masyarakat, pengorganisasian masyarakat dan pemberdayaan masyarakat dalam penanganan masalah kebersihan lingkungan.

Dari definisi konseptual tersebut diperoleh 3 (tiga) dimensi kajian, yakni Dimensi Kontribusi Masyarakat, Dimensi Pengorganisasian Masyarakat, dan Dimensi Pemberdayaan Masyarakat.

Dimensi Kontribusi Masyarakat dijabarkan menjadi indikator-indikator : (1) Kontribusi Pemikiran, (2) Kontribusi Dana, (3) Kontribusi Tenaga, dan (4) Kontribusi Sarana.

Dimensi Pengorganisasian Masyarakat dijabarkan menjadi indikator-indikator : (5) Model Pengorganisasian, (6) Struktur Pengorganisasian, (7) Unsur-unsur Pengorganisasian, dan (8) Fungsi Pengorganisasian.

Dimensi Pemberdayaan Masyarakat dijabarkan menjadi indikator-indikator : (9) Peran Masyarakat, (10) Aksi Masyarakat, (11) Motivasi Masyarakat, dan (12) Tanggungjawab Masyarakat.

*****

Indikator Kesehatan Bank

Indikator Kesehatan Bank dan Rasio-rasio keuangan

Rasio-rasio keuangan yang merupakan indikator tingkat kesehatan suatu bank yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tingkat retun saham. Diantaranya capital adequacy ratio (CAR), non perfoming loans (NPL), return on equity (ROE) dan loan to deposit rasio (LDR). Berikut ini penjelasannya.

1. Capital Adequacy Ratio (CAR)

CAR merupakan salah satu indikator kesehatan permodalan bank. Penilaian permodalan merupakan penilaian terhadap kecukupan modal bank untuk mengcover eksposur risiko saat ini dan mengantisipasi eksposur risiko dimasa mendatang.

CAR menunjukkan seberapa besar modal bank telah memadai untuk menunjang kebutuhannya dan sebagai dasar untuk menilai prospek kelanjutan usaha bank bersangkutan. Semakin besar CAR maka akan semakin besar daya tahan bank yang bersangkutan dalam menghadapi penyusutan nilai harta bank yang timbul karena adanya harta bermasalah.
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, semakin tinggi nilai CAR menunjukkan semakin sehat bank tersebut. Jika CAR suatu bank tinggi, kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut akan semakin besar sehingga meningkatkan nilai saham perusahaan tersebut. Meningkatnya nilai saham akan meningkatkan pertumbuhan return saham yang akan diterima investor.

2. Non performing Loans (NPL)

NPL merupakan salah satu indikator kesehatan kualitas aset bank. NPL yang digunakan adalah NPL neto yaitu NPL yang telah disesuaikan. Penilaian kualitas aset merupakan penilaian terhadap kondisi aset Bank dan kecukupan manajemen risiko kredit.

Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, semakin tinggi nilai NPL (diatas 5%) maka bank tersebut tidak sehat. NPL yang tinggi menyebabkan menurunnya laba yang akan diterima oleh bank. Penurunan laba mengakibatkan dividen yang dibagikan juga semakin berkurang sehingga pertumbuhan tingkat retun saham bank akan mengalami penurunan.

3. Return on Equity (ROE)

Analisis Return on Equity (ROE dalam analisa keuangan mempunyai arti yang sangat penting sebagai salah satu teknik analisis keuangan. Analisis ROE merupakan teknik analisis yang lazim digunakam untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Dengan menggunakan ROE kemampuan bank dalam memperolah laba tidak diukur menurut besar kecilnya jumlah laba yang dicapai akan tetapi jumlah laba tersebut harus dibandingkan dengan jumlah dana yang telah digunakan dalam menghasilkan laba tersebut. ROE merupakan pengukuran efektivitas perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dengan menggunakan modal perusahaan yang dimilikinya.

ROE menurut C. Higgins (1990:59)

“The strong positive relationship between ROE and stock prices suggest that high ROE firm tend to have high stock price relative to book value and vice versa. Hence, working to increase ROE in these industries is largely consistent with working to increase stock price.”
Pendapat C. Higgins ini dapat diterima bahwa ROE mempunyai hubungan yang positif dengan harga saham, artinya ketika ROE meningkat maka harga saham juga meningkat. Peningkatan ROE, laba bersih yang dihasilkan perusahaan juga meningkat bila dibandingkan dengan modal sendiri yang digunakan untuk menghasilkan laba bersih tersebut. Akibat peningkatan laba bersih tersebut, masyarakat akan menilai bahwa perusahaan tersebut mempunyai kinerja yang bagus sehingga dapat meningkatkan jumlah laba bersih yang diperolehnya, ini akan mempengaruhi terhadap harga saham.

4. Loan Deposit to Ratio (LDR)

LDR merupakan salah satu indikator kesehatan likuiditas bank. Penilaian likuiditas merupakan penilaian terhadap kemampuan bank untuk memelihara tingkat likuiditas yang memadai dan kecukupan manajemen risiko likuiditas. LDR paling sering digunakan oleh analis keuangan dalam menilai suatu kinerja bank terutama dari seluruh jumlah kredit yang diberikan oleh bank dengan dana yang diterima oleh bank.

Alasan memilih variabel ini adalah dengan pertimbangan bahwa semakin besar jumlah kredit yang diberikan oleh bank maka akan semakin rendah tingkat likuiditas bank yang bersangkutan, namun dilain pihak semakin besar jumlah kredit yang diberikan diharapkan bank akan mendapatkan return yang tinggi pula. Hal tersebut akan mempengaruhi penilaian investor dalam mengambil keputusan investasinya sehingga secara bersamaan akan mempengaruhi permintaan dan penawaran saham di pasar modal yang pada akhirnya mempengaruhi harga saham yang akhirnya berdanpak pada pertumbuhan tingkat retun saham bank.

Sumber:
http://putracenter.net/2009/09/23/indikator-kesehatan-bank-dan-rasio-rasio-keuangan/

*****

Happy Planet Index (HPI)

The Happy Planet Index (HPI):


is an index of human well-being and environmental impact that was introduced by the New Economics Foundation (NEF) in July 2006. The index is designed to challenge well-established indices of countries’ development, such as Gross Domestic Product (GDP) and the Human Development Index (HDI), which are seen as not taking sustainability into account. In particular, GDP is seen as inappropriate, as the usual ultimate aim of most people is not to be rich, but to be happy and healthy. Furthermore, it is believed that the notion of sustainable development requires a measure of the environmental costs of pursuing those goals.

A recent review of progress indicators produced by the European Parliament, lists the following pros and cons to using the HPI as a measure of national progress:

Pros:

1. Considers the actual ‘ends’ of economic activity in the form of life satisfaction and longevity
2. Combines wellbeing and environmental aspects
3. Simple and easily understandable scheme for calculating the index
4. Comparability of results (‘EF’ and ‘life expectancy’ can be applied to different countries)
5. Data online available, although some data gaps remain
6. Mixture of ‘soft’ and ‘hard’ criteria; takes into account people’s well-being and resource use of countries


Cons:

1. ‘Happiness’ or ‘life satisfaction’ are very subjective and personal: cultural influences and complex impact of policies on happiness
2. Confusion of name: index is not a measure of happiness but rather measure of environmental efficiency of supporting well-being in a given country

*****

Indeks kebahagiaan (Gross National Happiness = GNH)

GNH value is proposed to be an index function of the total average per capita of the following measures:

1.Economic Wellness: Indicated via direct survey and statistical measurement of economic metrics such as consumer debt, average income to consumer price index ratio and income distribution
2.Environmental Wellness: Indicated via direct survey and statistical measurement of environmental metrics such as pollution, noise and traffic
3.Physical Wellness: Indicated via statistical measurement of physical health metrics such as severe illnesses
4.Mental Wellness: Indicated via direct survey and statistical measurement of mental health metrics such as usage of antidepressants and rise or decline of psychotherapy patients
5.Workplace Wellness: Indicated via direct survey and statistical measurement of labor metrics such as jobless claims, job change, workplace complaints and lawsuits
6.Social Wellness: Indicated via direct survey and statistical measurement of social metrics such as discrimination, safety, divorce rates, complaints of domestic conflicts and family lawsuits, public lawsuits, crime rates
7.Political Wellness: Indicated via direct survey and statistical measurement of political metrics such as the quality of local democracy, individual freedom, and foreign conflicts.

*****

Indikator UKM (Usaha Kecil Menengah)

Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM:

Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”

Kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah sebagai berikut:

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah)
3. Milik Warga Negara Indonesia
4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar
5. Berbentuk usaha orang perorangan , badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

*****

Indikator Keberhasilan Desa Siaga

Keberhasilan upaya Pengembangan Desa Siaga dapat dilihat dari empat kelompok indikatornya, yaitu:(1) indikator masukan, (2) indikator proses, (3) indikator keluaran, dan (4)indikator dampak.


Adapun uraian untuk masing-masing indikator adalah sebagai berikut :


A. Indikator Masukan

Indikator masukan adalah indikator untuk mengukur seberapa besar masukan telah diberikan dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator masukan terdiri atas hal-hal berikut :
Ada/tidaknya Forum Masyarakat Desa.
Ada/tidaknya Poskesdes dan sarana bangunan serta pelengkapan/ peralatannya.
Ada/tidaknya UKBM yang dibutuhkan masyarakat.
Ada/tidaknya tenaga kesehatan (minimal bidan).


B. Indikator Proses

Indikator proses adalah indikator untuk mengukur seberapa aktifupaya yang dilaksanakan di suatu Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga.Indikator proses terdiri atas hal-hal berikut :
Frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa.
Berfungsi/tidaknya Poskesdes.
Berfungsi/tidaknya UKBM yang ada.
Berfungsi/tidaknya Sistem Kegawatdaruratan dan Penanggulangan Kega-watdaruratan dan Bencana.
Berfungsi/tidaknya Sistem Surveilans berbasis masyarakat.
Ada/tidaknya kegiatan kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS.

C. Indikator Keluaran

Indikator Keluaran adalah indikator untuk mengukur seberapa besar hasilkegiatan yang dicapai di suatu Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga.Indikator keluaran terdiri atas hal-hal berikut :
Cakupan pelayanan kesehatan dasar Poskesdes.
Cakupan pelayanan UKBM-UKBM lain.
Jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB yang dilaporkan.
Cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS.

D. Indikator Dampak

Indikator dampak adalah indikator untuk mengukur seberapa besar dampak dari hasil kegiatan di Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator proses terdiri atas hal-halberikut :
Jumlah penduduk yang menderita sakit.
Jumlah penduduk yang menderita gangguan jiwa.
Jumlah ibu melahirkan yang meninggal dunia.
Jumlah bayi dan balita yang meninggal dunia.
Jumlah balita dengan gizi buruk.

*****