Total Tayangan Halaman

Sabtu, 04 Mei 2019

Indikator pertanian keluarga (family farming indexs)


PBB telah menetapkan tahun 2014 sebagai tahun internasional pertanian keluarga dengan tujuan menarik perhatian masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang permasalahan pertanian keluarga dan menemukan cara yang efektif untuk mendukungnya. Pertanian keluarga dijalankan oleh sebagian besar petani di dunia dan terbukti memberikan sumbangan yang besar bagi penyediaan pangan, kesehatan lingkungan, pengentasan kemiskinan, dan kesejahteraan petani.
Indonesia juga membutuhkan kesadaran dan perlunya dukungan terhadap pertanian keluarga karena memiliki karakter masalah pertanian keluarga yang khas. Kita membutuhkan sebuah indeks pertanian keluarga yang bisa menjadi pegangan dan kesepakatan semua pihak. Indeks pertanian keluarga untuk Indonesia merupakan sebuah variabel komposit yang mencakup aspek input, proses, dan sekaligus output dari pertanian keluarga.
Sampai saat ini belum ada pihak yang secara resmi mengeluarkan pedoman bagaimana mengukur pertanian keluarga, baik sebagai dokumen program maupun hasil  penelitian. Sebuah indeks yang disusun dari variabel, indikator, serta bobot dan skor sangat dibutuhkan sebagai alat untuk mengukur kemajuan, sekaligus juga sebagai pedoman untuk penyusunan program. Sebagai sebuah konsep yang relatif baru, saat ini berbagai pihak sedang menggali bagaimana karakteristik pertanian keluarga pada berbagai wilayah di dunia dengan berbagai metode (Suess-Reyes dan Fuetsch 2016), dan dapat menjadi bahan untuk penyusunan indeks tersebut.
Dari studi di kawasan Eropa dan Asia Tengah, karakteristik pertanian keluarga menurut van der Ploeg (2016) terdiri atas enam kriteria, yaitu:
 (1) keluarga memiliki kontrol yang efektif terhadap sumber daya utama pertanian yang digunakan;
 (2) tenaga kerja dari dalam keluarga memainkan peranan yang penting (pivotal role) dalam manajemen usaha tani;
(3) mampu meningkatkan kesejahteraan petaninya;
(4) berkontribusi positif kepada ekonomi lokal dan wilayah;
(5) membangun dan memperkaya ekosistem lokal (local ecosystems); dan (6) menghindari relasi yang berlawanan (antagonistic relations) dengan entitas pertanian keluarga lainnya.
Kata kunci dari ciri pertanian keluarga yang ditemukannya adalah pembangunan yang inklusif (inclusive development). Sebaliknya, juga dipaparkan temuan tentang ciri pertanian skala besar yang sangat berbeda dengan pertanian keluarga, yaitu:
(1) beroperasi pada kawasan perbukitan dan pegunungan yang berdampak negatif kepada biodiversitas dan ekologis;
(2) menyebabkan pengurangan secara masif tenaga kerja produktif di desa;
(3) menerapkan pertanian monokultur dengan input eksternal tinggi dan penggunaan obat-obatan sehingga menyebabkan pemanasan global, berkurangnya biodiversitas, polusi air, dan mengancam kesehatan publik;
(4) meningkatkan risiko bagi kesehatan hewan dan tanaman;
(5) mengancam ketahanan pangan dan kedaulatan pangan; dan (6) mendegradasi kehidupan perdesaan.
Dari referensi yang lain, ciri dari pertanian keluarga menurut FAO (2017) adalah sistem pertanian yang tidak monokultur (diversified agricultural systems), menyediakan pangan tradisional (preserve traditional food products), berkontribusi kepada keseimbangan antara jumlah yang dikonsumsi dengan penyelamatan agribiodiversitas (contributing both to a balanced diet and the safeguarding of the world’s agrobiodiversity), melekat pada jaringan komunitas dan kultur lokal (embedded in territorial networks and local cultures), menggunakan pendapatan untuk ekonomi setempat (spend their incomes mostly within local and regional markets), serta menggerakkan pertanian dan sekaligus pekerjaan nonpertanian (generating many agricultural and non-agricultural jobs).
Berkenaan dengan upaya penyusunan indeks, ada banyak referensi bagaimana menyusun indeks yang baik. Sebuah indeks setidaknya mengandung prinsip “wholeness” yakni mencakup keseluruhan sisi objek yang diukur, “exhausiveness” yakni terpisah dengan jelas antarindikator, juga terukur atau mudah diukur, dan hasilnya pengukurannya berpotensi cukup menyebar.
Secara prinsip, sesuai dengan referensi yang banyak digunakan, pertanian keluarga mestilah memenuhi empat pilar, yaitu pilar ekonomi, pilar lingkungan, pilar sosial, dan pilar kultural (Woodley et al. 2009).
Nilai akhir indeks adalah rekapitulasi dari kesepuluh variabel di atas, di mana seluruhnya merupakan variabel tunggal. Variabel terdiri atas dua jenis, yaitu (1) angka rasio dari angka statistik (tingkat skala rasio) berupa hasil bagi atas luas lahan, nilai (Rupiah), dan jumlah hari orang kerja (HOK); dan (2) jawaban kategorial dari persepsi narasumber yang dikelompokkan atas kategori sedang, rendah, dan tinggi.
Indeks di atas mencakup berbagai segi dari pertanian keluarga, mulai dari input, proses, output, dan dampaknya. Tenaga kerja keluarga merupakan indikator yang sangat penting dalam pertanian keluarga. Penelitian Johnsen (2004) di Selandia Baru tentang respons pertanian skala kecil dalam melakukan penyesuaian penggunaan tenaga kerja menemukan satu kesejajaran dengan evolusi norma-norma kultural lokal (local cultural norms).
Demikian pula dengan input ramah lingkungan. Studi Rey (2015) pada sistem pertanian pegunungan di Romania yang didominasi oleh pertanian keluarga mendapatkan ciri absennya penggunaan input kimia sehingga menghasilkan lingkungan yang sehat (unpolluted environment). Selanjutnya, studi Baležentis dan De Witte (2015) yang mempelajari efisiensi pertanian keluarga yang diukur dengan partial frontiers and Multi-Directional Efficiency Analysis (MEA) di Lituania menemukan bahwa tren waktu memberi dampak positif, sedangkan subsidi memberi dampak negatif kepada total output usaha. Faktor waktu berperan positif karena adanya peningkatan intensitivitas penggunaan tenaga kerja dalam usaha tani.

Indeks pertanian keluarga mencakup indikator, variabel, dan metode pengukurannya, adalah sebagai berikut:
Indikator
Variabel yang diukur
Metode pengukuran dan satuan
Range Nilai
1.    Keefektifan kontrol rumah tangga petani terhadap sumber dayalahan pertanian

Rasio penguasaan petani
antara sumber daya pertanian yang dikuasai terhadap total sumber daya pertanian yang digunakan (variabel tunggal)
Luas lahan yang dikuasai dibagi dengan total nilai
lahan yang digunakan (ha)
0–1

2.    Penggunaan tenaga kerja keluarga dalam usaha tani

Rasio jumlah tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga dengan total penggunaan seluruh tenaga kerja dalam usaha tani (variabel tunggal)
Jumlah HOK dari dalam keluarga dibagi total HOK
dalam usaha tani (HOK)

0–1

3.    Peran usaha pertanian terhadap kesejahteraan keluarga

Rasio pendapatan dari usaha pertanian terhadap total pendapatan rumah tangga dari seluruh sumber pendapatan (variabel tunggal)
Pendapatan dari pertanian dibagi dengan total pendapatan rumah
tangga (Rp)

0–1
4.    Kontribusi pertanian terhadap pengembangan ekonomi lokal dan wilayah

Rasio peran pertanian
terhadap ekonomi lokal dan wilayah dibandingkan
terhadap total kontribusinya
(variabel tunggal)
Nilai PDRB pertanian
dibagi dengan total
PDRB wilayah (Rp)

0–1

5.    Kontribusi terhadap pembangunan dan pemeliharaan ekosistem lokal

Tingkat keterlibatan dalam
menjaga dan engembangkan ekosistem lokal (variabel tunggal)
Jumlah jawaban dari
persepsi narasumber,
dikelompokkan
atas kategori rendah, sedang, dan tinggi (%)
1–3
(1 = rendah,
2 = sedang,
3 = tinggi)

6.    Relasi dengan sesama pertanian keluarga lainnya

Tingkat relasi berupa kerja
sama input, usaha, produk,
pemasaran, dll (variabel
tunggal)

Jumlah jawaban dari
persepsi narasumber,
dikelompokkan atas
kategori rendah,
sedang, dan tinggi
(%)
1–3
(1 = rendah,
2 = sedang,
3 = tinggi)

7.    Kontribusi usaha pertanian terhadap golongan marjinal (perempuan, pemuda, dan masyarakat adat, dll.)
Rasio kontribusi usaha
pertanian terhadap golongan
marjinal dibandingkan
dengan kontribusi total yang
diberikan (variabel tunggal)

Jumlah serapan tenaga kerja pertanian untuk kelompok marginal dibagi potensial serapan (HOK)
0–1

8.    Kontribusi terhadap kesetaraan gender

Tingkat kontribusi dalam
memperbaiki kesetaraan
gender (variabel tunggal)

Jumlah jawaban dari
persepsi narasumber,
dikelompokkan atas kategori rendah, sedang, dan tinggi (%)
1–3
(1 = rendah,
2 = sedang,
3 = tinggi)

9.    Kesejahteraan keluarga petani
Rasio keluarga petani yang
sejahtera dibandingkan
seluruh keluarga petani
dalam satu wilayah (variabel
tunggal)
Jumlah rumah
tangga sejahtera
dibagi total rumah
tangga (%)
0–1

10. Sumbangan usaha pertanian terhadap sosio kultural masyarakat (pengetahuan lokal, adat istiadat, dll.)
Tingkat kontribusi dalam
menjaga dan mengembangkan
sosiokultural masyarakat
(variabel tunggal)
Jumlah jawaban dari
persepsi narasumber,
dikelompokkan
atas kategori rendah, sedang, dan tinggi (%)
1–3
(1 = rendah,
2 = sedang,
3 = tinggi)


*****
...

Indikator Kedaulatan Pangan



 Konsep kedaulatan pangan secara resmi telah menjadi tujuan dan juga pendekatan dalam pembangunan pangan nasional, sebagaimana tercantum dalam UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, bersama-sama dengan kemandirian pangan dan ketahanan pangan. Namun demikian, sampai saat ini perumusan dan pemahaman tentang kedaulatan pangan masih beragam dan kurang jelas.

Pemahaman dan Indek kedaulatan pangan di Indonesia belum tersusun dan disepakati. Ketiadaan indeks menyebabkan upaya pengembangan nya menjadi tidak sistematis dan tidak terukur.

Prinisp penyusunan indeks:
  1. Wholeness, yakni mencakup keseluruhan sisi objek yang diukur
  2. Exhausiveness, yakni terpisah dengan jelas antar indikator. Tidak tumpang tindih.
  3. Terukur  atau mudah diukur. Kuantitatif lebih baik, setidaknya data ordinal
  4. Variatif, hasilnya pengukurannya berpotensi menyebar.

Manfaat adanya indeks:
  1. Satu pemahaman, mengefektifkan komunikasi
  2. Terukur, kuantitatif
  3. Dapat dikomparasikan
  4. Terlihat perkembangan, kemajuan atau kemunduran
5.       Memudahkan “aksi”

Dalam perjalanannya, saat ini (April 2019, hehe) setidaknya ada 4 makna “kedaulatan pangan” yang berkembang di Indonesia. Sadar atau tak sadar, yaitu:


Variasi makna
Deskripsi
Sumber dokumen
1. Kedaulatan pangan SEJALAN dengan ketahanan pangan
Makna berdaulat adalah ketika kebijakan pangan kita tidak dikendalikan oleh negara lain dalam konteks politik dan pasar
Rencana Kerja Kementan, RJPMN, dan pada SIPP
2. Ketahanan pangan merupakan LANDASAN untuk mencapai kedaulatan pangan.
kedaulatan pangan sejati adalah saat sudah tercapai di level komunitas.
SIPP (Strategi Induk Pembangunan Pertanian 2015-20145)
3. Kedaulatan pangan BERBEDA dengan ketahanan pangan (dunia internasional )
 
Mengutamakan petani, keluarga petani dan pertanian ramah lingkungan
Dalam dokumen Nawacita, La Via Campesina
4. KEDAULATAN PANGAN ADALAH BASIS untuk mencapai ketahanan pangan
Petani dan keluarga petani yang bermartabat dan sejahtera adalah modal dasar pembangunan pertanian
Beberapa literarur luar, dan PSEKP (2015) (http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/FAE33-2b.pdf) (Syahyuti, 2015)

Sampai April 2019 ini,  dilevel dunia sekalipun pun tampaknya belum ada Food Sovereignty Indexs.  
Maka, menghadapi “kekacauan” dan kekosongan ini, maka menurut saya, tentu saja hasil dari pendalaman terhadap berbagai konsep, kedaulatan pangan mestinya adalah: “hak dan akses petani kepada seluruh sumber daya pertanian mencakup lahan, air, sarana produksi, teknologi, pemasaran, serta terhadap konsumsi. Kondisi ini dapat diukur pada berbagai level baik level individu, rumah tangga, komunitas, wilayah, dan juga nasional”.

Sederhananya adalah, food sovereignty mestinya diterjemahkan menjadi “KEDAULATAN PETANI ATAS PANGAN”, bukan “kedaulatan pangan”. Karena food sovereignity bukan bicara pangan, tapi bicara PETANI.

Maka, food sovereignity bertujuan memperkuat akses dan kontrol petani terhadap sumber daya pertanian. Dengan kata lain, food sovereignity sebagai strategi untuk melengkapi ketahanan pangan. Jadi, food sovereignty (kedaulatan petani atas pangan) dulu, baru ketahanan pangan.

Berikut, indikator,  deskripsi konsep “kedaulatan petani atas pangan” serta sumber nya:

Kedaulatan terhadap
Deskripsinya
Sumber

1. Lahan usaha

Petani berusaha di atas lahan miliknya sendiri, sehingga hasil produksi mencukupi untuk kesejahteraan keluarganya.
Nawacita, definisi internasional

2. Sumber daya air untuk per-tanian

Petani dan komunitas petani diberikan alokasi air irigasi yang cukup untuk kebutuh-an usaha taninya secara teknis.
Nawacita

3. Benih dan bibit

Petani dan komunitas petani menanam benih/bibit yang mereka inginkan dan merupakan produksi mereka sendiri dan tidak bergantung kepada pasar.
Nawacita, definisi internasional

4. Pupuk dan obat-obatan

Petani terjamin ke-butuhan pupuk dan obat-obatan sesuai dengan siklus usaha-nya.
Nawacita, SIPP

5. Sistem pertanian

Petani diberikan kele-luasaan untuk me-nentukan cara bertani yang sesuai dengan teknis dan sosiokultur nya
UU Pangan pasal 1 dan 130, Peasant Charter, definisi internasional

6. Hasil produksi

Petani memiliki kuasa atas hasil produksinya sendiri, dan baru akan tercapai optimal bila mereka bukan petani penggarap dan juga tidak terikat hutang dengan pedagang.
Nawacita, definisi internasional

7. Pangan konsumsi dan pilihan mengonsumsi

Petani dapat mengon-sumsi pangan sesuai dengan preferensi dan kebiasaan sosio-kultur mereka sendiri.
UU Pangan pasal 3, Nawacita, definisi internasional

Berikut, salah satu contoh riset tahun 2015. Rataan Pencapaian Kedaulatan Pangan di Tiga Lokasi Penelitian, 2015 (dalam %)

Indikator
Nilai yg diperoleh
Kab Tapin
(Kalsel)
Kab Sampang
(Jatim)
Kab Cianjur (Jabar)
1. Rata-rata proporsi  lahan milik sendiri terhadap total lahan yang dikuasai
79.30
87.34
53.73
2. Rata-rata tingkat ketersediaan air sepanjang tahun
50.00
22.20
66.20
3. Rata-rata persepsi petani terhadap kesesuaian benih yang digunakan dengan kebutuhan
93.33
86.67
95.65
4. Rata-rata persepsi petani terhadap kesesuaian pupuk yang digunakan dengan kebutuhan dalam hal jumlah. jenis dan kualitas
46.67
46.67
50.00
5. Rata-rata persepsi petani terhadap kesesuaian pestisida yang digunakan
76.67
40,00
73.91
6. Rata-rata kesesuaian teknologi yang diterapkan saat ini
65.56
72.22
79.17
7. Rata-rata penguasaan petani pada hasil produksi
82.33
90.27
68.57
8. Rata-rata kesesuaian pangan yang dikonsumsi dengan kebutuhan 
83.33
82.03
87.50
Rata-rata
72,15
69,63
71,84

*****