Konsep kedaulatan pangan secara resmi telah
menjadi tujuan dan juga pendekatan dalam pembangunan pangan nasional,
sebagaimana tercantum dalam UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, bersama-sama
dengan kemandirian pangan dan ketahanan pangan. Namun demikian, sampai saat ini
perumusan dan pemahaman tentang kedaulatan pangan masih beragam dan kurang
jelas.
Pemahaman dan Indek kedaulatan pangan di
Indonesia belum tersusun dan disepakati. Ketiadaan indeks menyebabkan upaya
pengembangan nya menjadi tidak sistematis dan tidak terukur.
Prinisp
penyusunan indeks:
- Wholeness, yakni mencakup keseluruhan sisi objek yang diukur
- Exhausiveness, yakni terpisah dengan jelas antar indikator. Tidak tumpang tindih.
- Terukur atau mudah diukur. Kuantitatif lebih baik, setidaknya data ordinal
- Variatif, hasilnya pengukurannya berpotensi menyebar.
Manfaat
adanya indeks:
- Satu pemahaman, mengefektifkan komunikasi
- Terukur, kuantitatif
- Dapat dikomparasikan
- Terlihat perkembangan, kemajuan atau kemunduran
5.
Memudahkan “aksi”
Dalam
perjalanannya, saat ini (April 2019, hehe) setidaknya ada 4 makna “kedaulatan
pangan” yang berkembang di Indonesia. Sadar atau tak sadar, yaitu:
Variasi makna
|
Deskripsi
|
Sumber dokumen
|
1. Kedaulatan pangan SEJALAN dengan
ketahanan pangan
|
Makna berdaulat adalah ketika kebijakan pangan kita tidak
dikendalikan oleh negara lain dalam konteks politik dan pasar
|
Rencana Kerja Kementan, RJPMN, dan pada SIPP
|
2. Ketahanan pangan merupakan LANDASAN
untuk mencapai kedaulatan pangan.
|
kedaulatan pangan sejati adalah saat sudah tercapai di level
komunitas.
|
SIPP (Strategi Induk Pembangunan Pertanian 2015-20145)
|
3. Kedaulatan pangan BERBEDA dengan ketahanan pangan (dunia internasional )
|
Mengutamakan petani, keluarga petani dan pertanian ramah lingkungan
|
Dalam dokumen Nawacita, La Via
Campesina
|
4. KEDAULATAN PANGAN ADALAH BASIS untuk
mencapai ketahanan pangan
|
Petani dan keluarga petani yang bermartabat dan sejahtera adalah modal dasar pembangunan
pertanian
|
Beberapa literarur luar, dan PSEKP (2015)
(http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/FAE33-2b.pdf) (Syahyuti, 2015)
|
Sampai April 2019 ini, dilevel dunia sekalipun pun tampaknya belum ada Food Sovereignty Indexs.
Maka, menghadapi “kekacauan” dan kekosongan ini, maka menurut
saya, tentu saja hasil dari pendalaman terhadap berbagai konsep, kedaulatan
pangan mestinya adalah: “hak dan akses
petani kepada seluruh sumber daya pertanian mencakup lahan, air, sarana
produksi, teknologi, pemasaran, serta terhadap konsumsi. Kondisi ini dapat
diukur pada berbagai level baik level individu, rumah tangga, komunitas,
wilayah, dan juga nasional”.
Sederhananya
adalah, food sovereignty mestinya diterjemahkan menjadi “KEDAULATAN PETANI
ATAS PANGAN”, bukan “kedaulatan pangan”. Karena food sovereignity bukan bicara
pangan, tapi bicara PETANI.
Maka, food sovereignity bertujuan memperkuat akses dan kontrol petani
terhadap sumber daya pertanian. Dengan kata lain, food sovereignity sebagai strategi untuk melengkapi ketahanan
pangan. Jadi, food sovereignty (kedaulatan
petani atas pangan) dulu, baru ketahanan pangan.
Berikut,
indikator, deskripsi konsep “kedaulatan petani
atas pangan” serta sumber nya:
Kedaulatan
terhadap
|
Deskripsinya
|
Sumber
|
1.
Lahan usaha
|
Petani
berusaha di atas lahan miliknya sendiri, sehingga hasil produksi mencukupi
untuk kesejahteraan keluarganya.
|
Nawacita,
definisi internasional
|
2.
Sumber daya air untuk per-tanian
|
Petani
dan komunitas petani diberikan alokasi air irigasi yang cukup untuk kebutuh-an
usaha taninya secara teknis.
|
Nawacita
|
3.
Benih dan bibit
|
Petani
dan komunitas petani menanam benih/bibit yang mereka inginkan dan merupakan
produksi mereka sendiri dan tidak bergantung kepada pasar.
|
Nawacita,
definisi internasional
|
4.
Pupuk dan obat-obatan
|
Petani
terjamin ke-butuhan pupuk dan obat-obatan sesuai dengan siklus usaha-nya.
|
Nawacita,
SIPP
|
5.
Sistem pertanian
|
Petani
diberikan kele-luasaan untuk me-nentukan cara bertani yang sesuai dengan
teknis dan sosiokultur nya
|
UU
Pangan pasal 1 dan 130, Peasant Charter, definisi internasional
|
6.
Hasil produksi
|
Petani
memiliki kuasa atas hasil produksinya sendiri, dan baru akan tercapai optimal
bila mereka bukan petani penggarap dan juga tidak terikat hutang dengan
pedagang.
|
Nawacita,
definisi internasional
|
7.
Pangan konsumsi dan pilihan mengonsumsi
|
Petani
dapat mengon-sumsi pangan sesuai dengan preferensi dan kebiasaan sosio-kultur
mereka sendiri.
|
UU
Pangan pasal 3, Nawacita, definisi internasional
|
Berikut,
salah satu contoh riset tahun 2015. Rataan Pencapaian
Kedaulatan Pangan di Tiga Lokasi Penelitian, 2015
(dalam
%)
Indikator
|
Nilai yg diperoleh
|
||
Kab Tapin
(Kalsel)
|
Kab Sampang
(Jatim)
|
Kab Cianjur (Jabar)
|
|
1. Rata-rata proporsi lahan milik sendiri terhadap total lahan
yang dikuasai
|
79.30
|
87.34
|
53.73
|
2. Rata-rata tingkat
ketersediaan air sepanjang tahun
|
50.00
|
22.20
|
66.20
|
3. Rata-rata persepsi petani
terhadap kesesuaian benih yang digunakan dengan kebutuhan
|
93.33
|
86.67
|
95.65
|
4. Rata-rata persepsi petani
terhadap kesesuaian pupuk yang digunakan dengan kebutuhan dalam hal jumlah.
jenis dan kualitas
|
46.67
|
46.67
|
50.00
|
5. Rata-rata persepsi petani
terhadap kesesuaian pestisida yang digunakan
|
76.67
|
40,00
|
73.91
|
6. Rata-rata kesesuaian
teknologi yang diterapkan saat ini
|
65.56
|
72.22
|
79.17
|
7. Rata-rata penguasaan
petani pada hasil produksi
|
82.33
|
90.27
|
68.57
|
8. Rata-rata kesesuaian
pangan yang dikonsumsi dengan kebutuhan
|
83.33
|
82.03
|
87.50
|
Rata-rata
|
72,15
|
69,63
|
71,84
|
*****