Total Tayangan Halaman

Sabtu, 04 Mei 2019

Indikator Kedaulatan Pangan



 Konsep kedaulatan pangan secara resmi telah menjadi tujuan dan juga pendekatan dalam pembangunan pangan nasional, sebagaimana tercantum dalam UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, bersama-sama dengan kemandirian pangan dan ketahanan pangan. Namun demikian, sampai saat ini perumusan dan pemahaman tentang kedaulatan pangan masih beragam dan kurang jelas.

Pemahaman dan Indek kedaulatan pangan di Indonesia belum tersusun dan disepakati. Ketiadaan indeks menyebabkan upaya pengembangan nya menjadi tidak sistematis dan tidak terukur.

Prinisp penyusunan indeks:
  1. Wholeness, yakni mencakup keseluruhan sisi objek yang diukur
  2. Exhausiveness, yakni terpisah dengan jelas antar indikator. Tidak tumpang tindih.
  3. Terukur  atau mudah diukur. Kuantitatif lebih baik, setidaknya data ordinal
  4. Variatif, hasilnya pengukurannya berpotensi menyebar.

Manfaat adanya indeks:
  1. Satu pemahaman, mengefektifkan komunikasi
  2. Terukur, kuantitatif
  3. Dapat dikomparasikan
  4. Terlihat perkembangan, kemajuan atau kemunduran
5.       Memudahkan “aksi”

Dalam perjalanannya, saat ini (April 2019, hehe) setidaknya ada 4 makna “kedaulatan pangan” yang berkembang di Indonesia. Sadar atau tak sadar, yaitu:


Variasi makna
Deskripsi
Sumber dokumen
1. Kedaulatan pangan SEJALAN dengan ketahanan pangan
Makna berdaulat adalah ketika kebijakan pangan kita tidak dikendalikan oleh negara lain dalam konteks politik dan pasar
Rencana Kerja Kementan, RJPMN, dan pada SIPP
2. Ketahanan pangan merupakan LANDASAN untuk mencapai kedaulatan pangan.
kedaulatan pangan sejati adalah saat sudah tercapai di level komunitas.
SIPP (Strategi Induk Pembangunan Pertanian 2015-20145)
3. Kedaulatan pangan BERBEDA dengan ketahanan pangan (dunia internasional )
 
Mengutamakan petani, keluarga petani dan pertanian ramah lingkungan
Dalam dokumen Nawacita, La Via Campesina
4. KEDAULATAN PANGAN ADALAH BASIS untuk mencapai ketahanan pangan
Petani dan keluarga petani yang bermartabat dan sejahtera adalah modal dasar pembangunan pertanian
Beberapa literarur luar, dan PSEKP (2015) (http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/FAE33-2b.pdf) (Syahyuti, 2015)

Sampai April 2019 ini,  dilevel dunia sekalipun pun tampaknya belum ada Food Sovereignty Indexs.  
Maka, menghadapi “kekacauan” dan kekosongan ini, maka menurut saya, tentu saja hasil dari pendalaman terhadap berbagai konsep, kedaulatan pangan mestinya adalah: “hak dan akses petani kepada seluruh sumber daya pertanian mencakup lahan, air, sarana produksi, teknologi, pemasaran, serta terhadap konsumsi. Kondisi ini dapat diukur pada berbagai level baik level individu, rumah tangga, komunitas, wilayah, dan juga nasional”.

Sederhananya adalah, food sovereignty mestinya diterjemahkan menjadi “KEDAULATAN PETANI ATAS PANGAN”, bukan “kedaulatan pangan”. Karena food sovereignity bukan bicara pangan, tapi bicara PETANI.

Maka, food sovereignity bertujuan memperkuat akses dan kontrol petani terhadap sumber daya pertanian. Dengan kata lain, food sovereignity sebagai strategi untuk melengkapi ketahanan pangan. Jadi, food sovereignty (kedaulatan petani atas pangan) dulu, baru ketahanan pangan.

Berikut, indikator,  deskripsi konsep “kedaulatan petani atas pangan” serta sumber nya:

Kedaulatan terhadap
Deskripsinya
Sumber

1. Lahan usaha

Petani berusaha di atas lahan miliknya sendiri, sehingga hasil produksi mencukupi untuk kesejahteraan keluarganya.
Nawacita, definisi internasional

2. Sumber daya air untuk per-tanian

Petani dan komunitas petani diberikan alokasi air irigasi yang cukup untuk kebutuh-an usaha taninya secara teknis.
Nawacita

3. Benih dan bibit

Petani dan komunitas petani menanam benih/bibit yang mereka inginkan dan merupakan produksi mereka sendiri dan tidak bergantung kepada pasar.
Nawacita, definisi internasional

4. Pupuk dan obat-obatan

Petani terjamin ke-butuhan pupuk dan obat-obatan sesuai dengan siklus usaha-nya.
Nawacita, SIPP

5. Sistem pertanian

Petani diberikan kele-luasaan untuk me-nentukan cara bertani yang sesuai dengan teknis dan sosiokultur nya
UU Pangan pasal 1 dan 130, Peasant Charter, definisi internasional

6. Hasil produksi

Petani memiliki kuasa atas hasil produksinya sendiri, dan baru akan tercapai optimal bila mereka bukan petani penggarap dan juga tidak terikat hutang dengan pedagang.
Nawacita, definisi internasional

7. Pangan konsumsi dan pilihan mengonsumsi

Petani dapat mengon-sumsi pangan sesuai dengan preferensi dan kebiasaan sosio-kultur mereka sendiri.
UU Pangan pasal 3, Nawacita, definisi internasional

Berikut, salah satu contoh riset tahun 2015. Rataan Pencapaian Kedaulatan Pangan di Tiga Lokasi Penelitian, 2015 (dalam %)

Indikator
Nilai yg diperoleh
Kab Tapin
(Kalsel)
Kab Sampang
(Jatim)
Kab Cianjur (Jabar)
1. Rata-rata proporsi  lahan milik sendiri terhadap total lahan yang dikuasai
79.30
87.34
53.73
2. Rata-rata tingkat ketersediaan air sepanjang tahun
50.00
22.20
66.20
3. Rata-rata persepsi petani terhadap kesesuaian benih yang digunakan dengan kebutuhan
93.33
86.67
95.65
4. Rata-rata persepsi petani terhadap kesesuaian pupuk yang digunakan dengan kebutuhan dalam hal jumlah. jenis dan kualitas
46.67
46.67
50.00
5. Rata-rata persepsi petani terhadap kesesuaian pestisida yang digunakan
76.67
40,00
73.91
6. Rata-rata kesesuaian teknologi yang diterapkan saat ini
65.56
72.22
79.17
7. Rata-rata penguasaan petani pada hasil produksi
82.33
90.27
68.57
8. Rata-rata kesesuaian pangan yang dikonsumsi dengan kebutuhan 
83.33
82.03
87.50
Rata-rata
72,15
69,63
71,84

*****