PBB telah menetapkan tahun 2014 sebagai tahun
internasional pertanian keluarga dengan tujuan menarik perhatian masyarakat
untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang permasalahan pertanian
keluarga dan menemukan cara yang efektif untuk mendukungnya. Pertanian keluarga
dijalankan oleh sebagian besar petani di dunia dan terbukti memberikan
sumbangan yang besar bagi penyediaan pangan, kesehatan lingkungan, pengentasan
kemiskinan, dan kesejahteraan petani.
Indonesia juga membutuhkan kesadaran dan perlunya dukungan
terhadap pertanian keluarga karena memiliki karakter masalah pertanian keluarga
yang khas. Kita membutuhkan sebuah indeks pertanian keluarga yang bisa menjadi
pegangan dan kesepakatan semua pihak. Indeks pertanian keluarga untuk Indonesia
merupakan sebuah variabel komposit yang mencakup aspek input, proses, dan
sekaligus output dari pertanian keluarga.
Sampai saat ini belum ada pihak yang secara resmi
mengeluarkan pedoman bagaimana mengukur pertanian keluarga, baik sebagai
dokumen program maupun hasil penelitian.
Sebuah indeks yang disusun dari variabel, indikator, serta bobot dan skor
sangat dibutuhkan sebagai alat untuk mengukur kemajuan, sekaligus juga sebagai
pedoman untuk penyusunan program. Sebagai sebuah konsep yang relatif baru, saat
ini berbagai pihak sedang menggali bagaimana karakteristik pertanian keluarga
pada berbagai wilayah di dunia dengan berbagai metode (Suess-Reyes dan Fuetsch
2016), dan dapat menjadi bahan untuk penyusunan indeks tersebut.
Dari studi di kawasan Eropa dan Asia Tengah,
karakteristik pertanian keluarga menurut van der Ploeg (2016) terdiri atas enam
kriteria, yaitu:
(1) keluarga
memiliki kontrol yang efektif terhadap sumber daya utama pertanian yang
digunakan;
(2) tenaga
kerja dari dalam keluarga memainkan peranan yang penting (pivotal role) dalam
manajemen usaha tani;
(3) mampu meningkatkan kesejahteraan petaninya;
(4) berkontribusi positif kepada ekonomi lokal dan
wilayah;
(5) membangun dan memperkaya ekosistem lokal (local
ecosystems); dan (6) menghindari relasi yang berlawanan (antagonistic
relations) dengan entitas pertanian keluarga lainnya.
Kata kunci dari ciri pertanian keluarga yang
ditemukannya adalah pembangunan yang inklusif (inclusive development). Sebaliknya,
juga dipaparkan temuan tentang ciri pertanian skala besar yang sangat berbeda dengan
pertanian keluarga, yaitu:
(1) beroperasi pada kawasan perbukitan dan
pegunungan yang berdampak negatif kepada biodiversitas dan ekologis;
(2) menyebabkan pengurangan secara masif tenaga
kerja produktif di desa;
(3) menerapkan pertanian monokultur dengan input eksternal
tinggi dan penggunaan obat-obatan sehingga menyebabkan pemanasan global, berkurangnya
biodiversitas, polusi air, dan mengancam kesehatan publik;
(4) meningkatkan risiko bagi kesehatan hewan dan
tanaman;
(5) mengancam ketahanan pangan dan kedaulatan pangan;
dan (6) mendegradasi kehidupan perdesaan.
Dari referensi yang lain, ciri dari pertanian keluarga
menurut FAO (2017) adalah sistem pertanian yang tidak monokultur (diversified
agricultural systems), menyediakan pangan tradisional (preserve
traditional food products), berkontribusi kepada keseimbangan antara jumlah
yang dikonsumsi dengan penyelamatan agribiodiversitas (contributing both to
a balanced diet and the safeguarding of the world’s agrobiodiversity), melekat
pada jaringan komunitas dan kultur lokal (embedded in territorial networks and
local cultures), menggunakan pendapatan untuk ekonomi setempat (spend
their incomes mostly within local and regional markets), serta menggerakkan
pertanian dan sekaligus pekerjaan nonpertanian (generating many agricultural
and non-agricultural jobs).
Berkenaan dengan upaya penyusunan indeks, ada
banyak referensi bagaimana menyusun indeks yang baik. Sebuah indeks setidaknya
mengandung prinsip “wholeness” yakni mencakup keseluruhan sisi objek
yang diukur, “exhausiveness” yakni terpisah dengan jelas antarindikator,
juga terukur atau mudah diukur, dan hasilnya pengukurannya berpotensi cukup
menyebar.
Secara prinsip, sesuai dengan referensi yang banyak
digunakan, pertanian keluarga mestilah memenuhi empat pilar, yaitu pilar
ekonomi, pilar lingkungan, pilar sosial, dan pilar kultural (Woodley et al. 2009).
Nilai akhir indeks adalah rekapitulasi dari kesepuluh
variabel di atas, di mana seluruhnya merupakan variabel tunggal. Variabel
terdiri atas dua jenis, yaitu (1) angka rasio dari angka statistik (tingkat
skala rasio) berupa hasil bagi atas luas lahan, nilai (Rupiah), dan jumlah hari
orang kerja (HOK); dan (2) jawaban kategorial dari persepsi narasumber yang
dikelompokkan atas kategori sedang, rendah, dan tinggi.
Indeks di atas mencakup berbagai segi dari pertanian
keluarga, mulai dari input, proses, output, dan dampaknya. Tenaga kerja
keluarga merupakan indikator yang sangat penting dalam pertanian keluarga.
Penelitian Johnsen (2004) di Selandia Baru tentang respons pertanian skala kecil
dalam melakukan penyesuaian penggunaan tenaga kerja menemukan satu kesejajaran dengan
evolusi norma-norma kultural lokal (local cultural norms).
Demikian pula dengan input ramah lingkungan. Studi
Rey (2015) pada sistem pertanian pegunungan di Romania yang didominasi oleh
pertanian keluarga mendapatkan ciri absennya penggunaan input kimia sehingga menghasilkan
lingkungan yang sehat (unpolluted environment). Selanjutnya, studi Baležentis
dan De Witte (2015) yang mempelajari efisiensi pertanian keluarga yang diukur
dengan partial frontiers and Multi-Directional Efficiency Analysis (MEA)
di Lituania menemukan bahwa tren waktu memberi dampak positif, sedangkan
subsidi memberi dampak negatif kepada total output usaha. Faktor waktu berperan
positif karena adanya peningkatan intensitivitas penggunaan tenaga kerja dalam
usaha tani.
Indeks pertanian keluarga mencakup indikator,
variabel, dan metode pengukurannya, adalah sebagai berikut:
Indikator
|
Variabel
yang diukur
|
Metode
pengukuran dan satuan
|
Range Nilai
|
1. Keefektifan kontrol rumah tangga petani terhadap
sumber dayalahan pertanian
|
Rasio penguasaan petani
antara sumber daya pertanian yang dikuasai terhadap
total sumber daya pertanian yang digunakan (variabel tunggal)
|
Luas lahan yang dikuasai dibagi dengan total
nilai
lahan yang digunakan (ha)
|
0–1
|
2. Penggunaan tenaga kerja keluarga dalam usaha tani
|
Rasio jumlah tenaga kerja yang berasal dari dalam
keluarga dengan total penggunaan seluruh tenaga kerja dalam usaha tani (variabel
tunggal)
|
Jumlah HOK dari dalam keluarga dibagi total HOK
dalam usaha tani (HOK)
|
0–1
|
3. Peran usaha pertanian terhadap kesejahteraan
keluarga
|
Rasio pendapatan dari usaha pertanian terhadap
total pendapatan rumah tangga dari seluruh sumber pendapatan (variabel tunggal)
|
Pendapatan dari pertanian dibagi dengan total pendapatan
rumah
tangga (Rp)
|
0–1
|
4. Kontribusi pertanian terhadap pengembangan ekonomi
lokal dan wilayah
|
Rasio peran pertanian
terhadap ekonomi lokal dan wilayah dibandingkan
terhadap total kontribusinya
(variabel tunggal)
|
Nilai PDRB pertanian
dibagi dengan total
PDRB wilayah (Rp)
|
0–1
|
5. Kontribusi terhadap pembangunan dan pemeliharaan ekosistem
lokal
|
Tingkat keterlibatan dalam
menjaga dan engembangkan ekosistem lokal
(variabel tunggal)
|
Jumlah jawaban dari
persepsi narasumber,
dikelompokkan
atas kategori rendah, sedang, dan tinggi (%)
|
1–3
(1 = rendah,
2 = sedang,
3 = tinggi)
|
6. Relasi dengan sesama pertanian keluarga lainnya
|
Tingkat relasi berupa kerja
sama input, usaha, produk,
pemasaran, dll (variabel
tunggal)
|
Jumlah jawaban dari
persepsi narasumber,
dikelompokkan atas
kategori rendah,
sedang, dan tinggi
(%)
|
1–3
(1 = rendah,
2 = sedang,
3 = tinggi)
|
7. Kontribusi usaha pertanian terhadap golongan
marjinal (perempuan, pemuda, dan masyarakat adat, dll.)
|
Rasio kontribusi usaha
pertanian terhadap golongan
marjinal dibandingkan
dengan kontribusi total yang
diberikan (variabel tunggal)
|
Jumlah serapan tenaga kerja pertanian untuk kelompok
marginal dibagi potensial serapan (HOK)
|
0–1
|
8. Kontribusi terhadap kesetaraan gender
|
Tingkat kontribusi dalam
memperbaiki kesetaraan
gender (variabel tunggal)
|
Jumlah jawaban dari
persepsi narasumber,
dikelompokkan atas kategori rendah, sedang, dan tinggi
(%)
|
1–3
(1 = rendah,
2 = sedang,
3 = tinggi)
|
9. Kesejahteraan keluarga petani
|
Rasio keluarga petani yang
sejahtera dibandingkan
seluruh keluarga petani
dalam satu wilayah (variabel
tunggal)
|
Jumlah rumah
tangga sejahtera
dibagi total rumah
tangga (%)
|
0–1
|
10. Sumbangan usaha pertanian terhadap sosio kultural
masyarakat (pengetahuan lokal, adat istiadat, dll.)
|
Tingkat kontribusi dalam
menjaga dan mengembangkan
sosiokultural masyarakat
(variabel tunggal)
|
Jumlah jawaban dari
persepsi narasumber,
dikelompokkan
atas kategori rendah, sedang, dan tinggi (%)
|
1–3
(1 = rendah,
2 = sedang,
3 = tinggi)
|
*****
...