Indeks Kota Islami merupakan
upaya Maarif Institute untuk menyusun parameter untuk mengukur dan memeringkat
kinerja pemerintah kota dalam mengelola kotanya berbasis nilai-nilai Islam
dalam pelayanan masyarakat. Dalam penyusunannya, IKI berlandaskan
prinsip-prinsip maqashid syariah. Prinsip-prinsip ini akan dielaborasi
ke dalam beberapa dimensi seperti aspek keagamaan (al-kitâb), kepemimpinan
dan tata kelola pemerintahan (al-hukma), peradaban (al-nubuwwah),
kemakmuran, dan keunggulan.
Dari studi pendahuluan yang
dilakukan oleh MAARIF Institute, untuk mendefinisikan Kota Islami harus diawali
dari terminologi Islam, apa itu Islam? Islam adalah ad-din wa an-ni’mah
(agama dan peradaban). Islam sebagai agama harus membawa perubahan nyata berupa
ni’mah (keadaan baik/ al-hâlah al-hasanah—al-Asfahani)
bagi yang lain. Bagaimanakah mengukur keadaan yang baik ini? Untuk mengukurnya,
MAARIF Institute menggunakan metodologi maqashid syariáh dalam keilmuan
Ushul Fiqh: hifzh al-mal (menjaga harta benda), hifzh al-nafs (menjaga
kehidupan), hifzh al-‘aql (menjaga akal), hifzh al-din (menjaga
agama), hifzh al-nasl (menjaga keturunan), serta hifzh al-bi’ah
(menjaga lingkungan). Dalam memahami maqashid shariah ini pun menggunakan
perspektif maqashid kontemporer yang bernuansa pengembangan (tanmiyah/
development) dan pemuliaan Human Rights (‘Hak-hak Asasi’) daripada maqashid
yang bernuansa ‘protection’ (penjagaan) dan preservation (‘pelestarian’).
Penggunaan metode kontemporer ini akan mendorong isu ‘pengembangan sumber daya
manusia’ sebagai salah satu tema bagi kemaslahatan publik masa kini.
Konsekuensi dari penggunaan metode kontemporer ini, realisasi maqasih dapat
diukur secara empiris melalui metode ilmiah dan merujuk pada ‘target-target
pembangunan SDM versi PBB atau lembaga lain yang kredibel.
Berdasarkan 6 prinsip tujuan
syariah di atas, kami menyusun definisi kerja, bahwa Kota Islami adalah kota yang bercirikan 3 hal yaitu: (1) aman, (2) sejahtera, dan (3) bahagia.
Satu, Kota
yang aman
Variabel
pertama ini merujuk dari Surat Al-Baqarah: 126. Dalam ayat tersebut Nabi Ibrahim
berdoa agar negerinya aman (Aminan). Aminan berasal dari kata al-amnu dan al-aman.
Al-amnu berarti tentramnya jiwa dan tiadanya ketakutan (thuma’ninatun nafsi wa
zawalul khaufi). Sedang al-amanu berarti keadaan aman dan damai yang dialami
manusia (al-halah al-lati yakunu ‘alaiha insan minal amni). Dari ayat tersebut juga
dijelaskan bagaimana Nabi Ibrahim mencoba memberikan privillege kepada Muslim
saja untuk memperoleh rezeki melalui doanya. Namun Allah mengoreksi Ibrahim dan
mengatakan bahwa orang yang tidak beriman pun akan diberi rezeki yang sama
(poin menjadi indikator bagi kebebasan beragama dan keyakinan). Aman berasal dari
akar kata amana yang artinya suatu keadaan yang artinya tenang dan damai. Aman
bisa juga berarti penyerahan kepercayaan dari yang dipimpin kepada pemimpin (yang
kemudian menjadi indikator kepemimpinan dan perlindungan hukum serta HAM.
Dua, Kota
yang sejahtera
Dalam doa
Ibrahim di atas disebutkan setelah memohon rasa aman damai, selanjutnya adalah
memohon rezeki bagi penduduknya dari buah-buahan. Rezeki dapat dipahami sebagai
kesejahteraan. Sejahtera adalah situasi kepastian pada masyarakat atas jaminan
rizki (pendidikan, kesehatan, pendapatan dan pekerjaan) yang banyak (alternatif
dan jumlah pekerjaan) dan baik (kualitas dan keadaan ditempat
kerja/pendidikan).
Tiga, Kota
yang bahagia
Bahagia,
sebagaimana dalam al-Qurán surat Saba’ ayat 15, yaitu bagaimana rakyat negeri
Saba yang tinggal di lingkungan yang asri dan makmur bisa bersyukur atas
karunia tersebut dengan mengaktualisasikan dirinya. Bahagia adalah suatu
perasaan nyaman yang bersifat subyektif (individual) dan dimensi kolektif
berupa kemauan untuk berbagi, kesetiakawanan, serta hidup harmoni dengan alam.
Variabel
|
Indikator
|
Aman
|
Kebebasan beragama dan keyakinan
Perlindungan hukum
Kepemimpinan
Pemenuhan hak politik perempuan, hak anak dan difabel
|
Sejahtera
|
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan
Kesehatan
|
Bahagia
|
Berbagi dan kesetiakawanan
Harmoni dengan alam
|
Nilai
Indeks Kota Islami diukur dalam skala ratusan (0 – 100) dapat diperoleh menggunakan
pendekatan bobot nilai rata-rata tertimbang equal weighted dari masing-masing
variabel.
*****